Senin, 25 November 2013
Kalau Aku Mati Besok
Kalau aku mati besok,
masikah kau mau berjalan di bawah rinai jalanan kota tua
Yang tepiannya penuh karat saksi hidup
Kalau aku mati besok,
akankah kau bawa payung hitam tengadah di pinggir pusaraku
Yang tanahnya merah basah oleh rembes aliran okulusmu
Kalau aku mati besok, apa yang kau taburkan di atas ranjang baruku
Segenggam melatikah? Setangkai krisankah?
Pernah kau gaungkan suatu ketika maknanya suci tak berciri itu Melati
Pot kecil di dekat sumur belakang rumah mungil kita senantiasa kusirami tabah itulah Krisan
Kalau aku mati besok, kira-kira jawaban pasti apa yang harus kuutarakan untuk pertanyaan Munkar-Nakir tentang:
Sejauh apa dekatnya kita?
Jauh? Dekat? Jauh tapi dekat!
Maka, aku belum mau mati besok
Karena aku belum tahu jawaban apa untuk peradilan malaikat barzah:
tentang dosa kita --
Jumat, 22 November 2013
Hanya Ranu Kumbolo. Tidak Lebih.
Entah sejak kapan aku jatuh hati padamu
Anggunmu dipecah matahari terbit dari bilik bukit
Riakmu berdesir meninggalkan sarat damai
Ketika rumah keong kudirikan di bibir basahmu
Kau hanya mampu tersenyum
Mengayomi. "Aku tempat pulangmu. Maka cumbuilah aku sepuasmu"
Katamu senja itu.
Malam itu, ketika banyak kaki sembunyi dalam satu kemul butut
Kau menjadi saksi diantara tumpah ruah bintang
Yang membayang di airmu
Bertemankan tanjakan cinta
Kucumbui kau penuh cinta
Dengan mesra dalam alunan nyanyian binatang malam
Ah, alam memang tempat pulang dan teman bercinta terbaik.
"Jangan pernah menebar harapan, jika tak mampu menyemai luapan. Jangan mengumbar aksi, jika tak menghendaki reaksi", ngiang sabda alammu mendenyutkan telingaku.
Maka ampuni aku jika, parasmu selalu membayang di pelupuk purnama kota ini
Tapi, aku janji Ranu Kumbolo
Aku akan pulang.
Untuk mencumbuimu dan memeluk sang Maha di singgasana agungnya
Dan akan kutekan kerinduan ini
Hingga menjadi pipih
Lalu kuterbangkan pada angin
Agar bisa menyentuh riakmu
Hanya itu pintaku saat ini. Tidak lebih.
Langganan:
Postingan (Atom)