" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Minggu, 29 Juni 2014

Refleksi Sembilan Belas Tahun


Di surau, sayup gema  ayat-Mu menggedor-gedor telinga
Di jalan, rangkas lalu lalang kendaraan membelah sunyi
Di pijakku, rotasi 6880 hari kian terasa
Di telingaku, ada yang menjanjikan hari esok. Meski tak lebih baik, ia berazzam akan menopang rapuh dengan lebar pundaknya sendiri. Bagiku itu sudah cukup.
Di pundakmu, kuuraikan segala ceracau simpul kalut

Di buana-Mu, kubilangkan syukur tak bergaris
untuk surau
untuk jalanan
untuk pijakku
untuk telingaku
untuk pundaknya
untuk-Mu dan ke-aku-an-Mu
dalam diriku
di angka sembilan belasku.

Terima kasih, Tuhan.

(Refleksi Sembilan Belas Tahun-BEJ)

Selasa, 03 Juni 2014

Kaukah Itu?


Kaukah itu? Yang mensafarkan Muhammad ke langit ketujuh meraba kilau satir agungmu
Kaukah itu? Yang kulihat di percik wudu magrib saat anak-anak burung gereja pulang ke dahan beringin

Kaukah itu? Yang mampu menyihir telunjuk purnama hingga ia bisa membelah bulan
Lalu Quraisy berkata ini hanya sihir putra Aminah

Kaukah itu? Sanggupkan aku memintamu untuk menjadikan dua keping bentuk waru di dadaku terbelah

Kaukah itu? Tuhan yang selalu ada saatku cemburu dalam senja beku membiru

Kaukah itu? Allah tolong peluk erat daku!

(Kaukah Itu?-BEJ, 03/06/14)

Fatihahku Kau


Kau menulis:

Pada saat kebakaran, tanpa kita sadari saat itu api dan air selalu bercinta dan tak pernah berlawanan. Hakikatnya pada saat itu api merindukan kekasihnya: air.

Saat datang air memenuhi panggilan sang kekasih, maka mengepullah asap, membumbung tinggi menyisakan letupan-letupan kecil laksana sebuah simponi indah.


Seperti doa.


Kuamini permukaan altar murotal yang menggaung di udara:

Saat aku merindukanmu, akan kusebut namamu selalu. Lalu kubumbungkan tinggi melangit hingga malaikat mengambai-ambaikan bebulir ketenangan dari bening tetes embun di ujung daun subuh.

Dalam panjat doaku di Fatihah hari ini: Kau.

(Fatihahku Kau-BEJ, 03/06/14)

Tidur Siang Menyalami Juni


Aku hanya ingin tidur siang diantara sinar mentari yang menggigit, tampak sengit berseteru bernaungkan langit.

Aku hanya ingin tidur siang di balik kemul tipis bergoyang sebab angin kemarau berhembus datang dari selatan.

Aku hanya ingin tidur siang sambil mengingat kilat nakal ujung matamu yang memintaku agar selalu menjengkal jarak di dekatmu.

Aku hanya ingin tidur siang kemudian lelap dalam mimpi sesaat kala hujan turun ke bumi, hujan turun ke hati.

Aku hanya ingin tidur siang sambil menantimu diantara sengit terik di bawah kemul tipis, ditemani angin kemarau. Hingga hujan turun hari ini dan menyanyikan senandung elegi.

Telah datang bulan Juni, yang selalu kau nanti.

(Tidur Siang Menyalami Juni-BEJ)

Minggu, 01 Juni 2014

Sudah Amat Terlambat Aku Belum Sempat Taubat

Bukannya aku sombong berat, tapi maaf tangan-tangan kalian bau karat

Aku juga bukan tak peduli, tapi mana mau aku bertemu orang yang makan, tidur, dan tinggalnya di pinggir kali
Takut bau badek kali hinggap manis di jas empat digitku

Kupingku juga tidak congek, dengar mulut kalian yang terus merengek
Minta dana kesehatanlah, minta tunjangan pendidikan, minta pekerjaan layak!
Tunggu dulu, ini anakku barusan lulus TK tadi pagi minta liburan ke Disney Land nanti sore

"Tuan, kasihan kami. Bekerja banting tulang demi keluarga, demi bangsa dan negara!" seorang tukang ojek mendekat kuyu. Keringatnya merembes di pelipis mungkin ia juga sudah menahan pipis demi bicara seperti ini.

Aku tersenyum sinis,  
"besok kalau negara sudah tak pakai ojek. Kau baru kukasihani!"

Kakiku merapat ke lokalisasi doli yang sering menggejolakkan perut geli
" Oom, mampirlah kemari. Semalam seribu saja". Emak-emak lingsut bergincu merah api menjilat panas hasrat dadaku.
"Iya sayang," kataku.

Aku masuk. Menyelami. Tertusuk duri demi duri. Rupanya rusukku terasa peri
Itu Izrail sudah siap sebuah cemeti

Ah, bangsat!
Sepertinya aku memang setan laknat
Budak hina dari iblis pangkat
Hingga lupa amat berat pikulan amanat

Sudah terlambat
Kini sekarat berat musabab jerat dosa pada umat
Belum sempat ucap taubat.


(Sudah Amat Terlambat Aku Belum Sempat Taubat-BEJ 01/06/14)