" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Rabu, 26 Agustus 2015

Baik-Buruk

Karena orang baik selalu disuguhi santapan kebaikan

      Maka,

Setitik saja ketidakbaikan dianggap sebagai

keburukan yang amat cela. 


     Di situlah letak 'buruk' mereka. Sekian.



(Baik-Buruk-B.E.J)

Rabu, 25 Maret 2015

4 Tips Mudah Menulis Cerpen

Antologi cerpen terbaru yang saya tulis bersama teman-teman tim NOBEL


Sudah sejak lama saya diminta untuk posting tentang tips menulis dan jawabannya selalu sama, saya geleng-geleng kepala. Bukan tidak mau, tapi saya bingung harus menulis tips yang bagaimana sebab saya menulis ya tinggal menulis saja. Hehe. Terlebih setelah buku antologi cerpen kedua saya lahir “NOBELISTA”, saya dipaksa memberi tips tentang bagaimana sih, Mbak cara nulis cerpen yang bagus? Wih, saya sendiri juga belum bisa kalau menulis cerpen yang bagus tapi, bolehlah kali ini saya sedikit berbagi dan mulai memetakan proses bagaimana cara menulis cerita pendek dengan mudah. Semoga bisa sedikit membantu.


1. Tulis Ide

Tiap kali ada ide yang terlintas di benak Anda, pastikan ide itu tertangkap dan tidak kabur lagi sebab seringkali ide-ide yang luar biasa kita anggap biasa saja dan tidak dicatat. Akhirnya, ketika disuruh atau ingin menulis cerita pendek kita malah kebingungan dan beralasan: nggak ada ide! Guys, itu alasan klise. Udah nggak zaman habis ide sekarang ini.

Coba tengok kang Yanusa Nugraha yang menulis cerpen Salawat Dedaunan yang pernah dimuat di Kompas, bisa jadi dia mendapat ide ketika melihat daun-daun yang jatuh berserakan. Intinya, apapun ide yang terlintas di pikiran Anda, tulislah! Jangan biarkan ide itu terbang dan hilang diterpa angin.

If you wait for inspiration to write, you are not witer, you are waiter! ”- Dan Poynte. Jika Anda terus menerus menunggu ide datang maka Anda bukanlah seorang penulis, tetapi seorang pelayan.

2. Bangun Konflik dan Penyelesaian

Setelah ide tertangkap, pasti kita akan mulai merancang bagaimana cerpen ini ke depannya. Di sinilah pentingnya mulai membangun konflik. Bayangkan saja, sebuah cerita tidak memiliki konflik pasti akan terasa sangat hambar. Bagaikan sayur asam tanpa asam, atau cah kangkung tanpa bumbu, pastilah mengurangi cita rasa. Begitu pula dalam cerpen, seseorang akan merasa penasaran dan ingin menghabiskan berbaris-baris kalimat cerita Anda jika konflik yang dibangun menarik. Pertanyaannya sekarang, bagaimana membangun konflik yang menarik? Pada dasarnya konflik diuangun dari kausalitas atau sebab akibat. Jika A maka, B. Tidak akan ada konflik jika tidak memiliki sebab.

Cerpen saya berjudul "Kampret" misalnya menceritakan konflik batin seorang pemuda yang akan memperkenalkan diri ke keluarga kekasihnya namun, ia merasa minder disebabkan oleh keadaannya yang miskin, yatim piatu, dan konflik terbesar yang membuatnya gamang adalah dia ragu apakah akan memperkenalkan diri pada orangtua sang kekasih dengan menyebutkan namanya yakni, Kampret, sebuah kata yang dirasa amat kasar dan tidak sopan sebab sering digunakan untuk mencemooh. Di sisi lain, ia tidak ingin merubah namanya bagaimanapun keadaannya, karena nama itu pemberian mendiang ibunya. Sebuah nama yang memiliki filosofi kuat.

Nah, konflik tidak selamanya terjadi antara satu orang dengan orang lainnya. Bisa jadi, konflik hanya terjadi antar tokoh dengan batinnya sendiri. Jika konflik telah dibangun, maka sudah tugas kita sebagai penulis untuk memberikan penyelesaian yang baik. Entah cerita ini akan selesai dengan akhir yang bahagia, akhir yang sedih, atau akhir yang menggantung.

3. Miliki Tokoh yang Unik

Penting sekali dalam membuat karakter tokoh yang unik, sebab tokoh ibarat jelmaan penulis dalam menyampaikan pesan dari cerita yang ia tulis. Saya amat terkesan dengan tokoh cerpen eyang Sapardi  Djoko Damono yang berjudul "Rumah-rumah". Di dalam cerpen tersebut yang menjadi tokoh adalah rumah-rumah. Antara satu rumah dengan rumah lainnya memiliki pandangan tersendiri terhadap dirinya dan penghuninya, pun tokoh rumah-rumah itu juga saling menilai antara satu rumah dengan rumah yang lain.

Barangkali selama ini kita hanya menganggap manusia sebagai tokoh dalam cerita, namun rupanya hewab, tumbuhan, dan benda mati pun juga bisa dijadikan tokoh yang unik. Semakin unik tokoh dalam sebuah cerita, semakin membekas cerita tersebut dalam benak pembaca.

4. Menentukan PoV (Point of View)

Ada yang sering bingung kalau mau menulis? Bagusnya tulisanku ini pakai sudut pandang pertama atau ketiga ya? Writers... sebenarnya menggunakan sudut pandang atau point of view pertama atau ketiga itu tidak jauh berbeda. Hanya saja, PoV pertama akan memberikan kesan mendalam dan dekat dengan pembaca lantaran pembaca seolah-olah menjadi tokoh “Aku” dalam cerita Anda, sedangkan PoV ketiga lebih membuat penulis bebas dalam menuliskan apapun yang ia tahu karena sudut padang “Dia” bebas mengetahui segala hal dalam cerita.

Jadi setiap PoV memiliki kelebihan, tinggal bagaimana kita nyaman membawakan cerita yang akan kita tulis. Jika kita lebih nyaman menggunakan “aku, saya, dan kata ganti orang pertama lainnya” maka silakan pakai PoV pertama, namun jika kita merasa lebih leluasa jika menceritakan menggunakan “dia, lelaki itu, gadis itu, dan nama orang lainnya” maka kita bisa mencoba menggunakan PoV ketiga.

Yakin deh, kalau Anda sudah punya 4 unsur di atas maka tidak akan sulit menulis cerita pendek. Selamat mencoba, selamat menulis.




Ciputat, 26 Maret 2015
Sembari menunggu hujan reda pagi ini, 

Belda E. Janitra




Jumat, 16 Januari 2015

Agama di Matamu, Agama di Mataku, Agama di Mata Tuhan

Tuan, agama bukan hanya urusan surga dan neraka. Meski itu nanti akhir tujuan kita semua. 

Tapi Tuan, tahukah Anda ketulusan dan pengorbanan tanpa ada setitik pun niat menyakiti hati orang lain pun rupanya juga penting diingat oleh orang beragama. Ketulusan untuk menebar manfaat pada semua.
Banyak orang beragama yang fokus pada tujuan akhir, hingga ia bersi keras bahwa ia lah yang paling benar dan yang lain salah. Ia hanya tahu kebenaran yang ia anut akan membawanya ke surga. 

Bukan Tuan, bukan saya menggurui ataupun saya orang paling alim sekali pun. Bukan pula saya pernah mengunjungi surga dan neraka seperti baginda Rasul kita. Tapi Tuan, seorang anak kecil yang mengaji di TPQ kampung tempat saya singgah dulu pernah mengulang hafalannya tentang perkataan sang baginda, bahwa agama adalah cinta kasih: pada sesama, pada semesta, dan pada Pencipta. 

Tuan, sekali pun jalan pikir kita tak pernah bertemu dalam diskusi hening ini. Saya hanya mohon satu hal, yakinilah bahwa Dia tak pernah lelap. Akan selalu tahu apapun yang kita kerjakan. Sediam apapun mulut tak bersuara, Dia tahu kita sedang berdebat hebat dalam relung hati masing-masing. 

Tuan, Tuhan itu Maha Cinta. Bagaimana kita bisa memahami agamaNya jika kita tidak bisa menumbuhkan rasa cinta satu sama lain?

Mohon maaf, jika saya lancang bertanya seperti ini untuk menggedor pintu hati Tuan. 

(Agama di Matamu, Agama di Mataku, Agama di Mata Tuhan-B.E.J)