" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Sabtu, 18 Agustus 2012

Mudik Merdeka 2


Part 2
Allahuakbar…Allahuakbar…Allahuakbar…
 Laailaha illallahu allahuakbar…
 Allahuakbar wa lilla ilhamd

            Diawal tadi sempat saya singgung bahwa peringatan hari kemerdekaan kali ini memang cukup unik dan memberi arti tersendiri untuk saya pribadi. Pertama, saya tidak ikut upacara di sekolah namun malah ikut di istana Negara. (lewat televisi maksudnya). Kedua, tanggal tujuh belas Agustus tahun ini jatuh di bulan Ramadhan tepat di hari jum’at sama persis seperti hari diikrarkannya proklamasi tahun 1945, menurut buku pelajaran sejarah yang dulu pernah saya pelajari saat SMP, saat itu bung Karno dan beberapa tokoh lainnya merumuskan naskah proklamasi setelah shalat terawih hingga menjelang waktu sahur (kalau tidak salah), dan pembacaan proklamasi dilakukan pagi hari karena bung Karno tidak ingin mengganggu aktifitas shalat jum’at umat muslim di Indonesia, mengingat beliau juga seorang muslim yang taat.

Mudik Merdeka I



Part I
Tujuh belas Agustus tahun empat lima
  Itulah hari kemerdekaan kita
  Hari merdeka nusa dan bangsa
  Hari lahirnya bangsa Indonesia….”

Yap tepat sekali! Saya masih berada di bumi khatulistiwa, pelukan hangat ibu pertiwi –Indonesia yang hari ini telah tepat bergelar mahkota angka 67. Usia 67 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk berkiprah menjadi sebuah Negara yang bebas, merdeka dan berdaulat di mata banyak Negara di seluruh dunia. Bagi saya peringatan proklamasi Indonesia kali ini memberikan arti yang sedikit berbeda dengan peringatan proklamasi pada tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana tidak? Tahun ini saya tidak bisa mengikuti upacara bendera di sekolah karena kebijakan sekolah saya yang meliburkan seluruh siswanya mulai tanggal 12 Agustus kemarin. Jadilah saya hanya bisa menghibur hati melihat sang Saka berkibar dengan gagahnya di istana merdeka-Jakarta dari layar 21 inch buah karya siaran langsung sebuah stasiun televisi.
Perayaan yang sangat memukau terlihat dari persiapan detik-detik pengibaran, pengamanan para tamu undangan yang ketat, hingga sajian hiburan orchestra yang sangat keren sekali menurut saya. Mungkin ini karena efek saya lama sekali tidak melihat siaran live pengibaran merah putih di tv. Atau memang semua komponen yang tersedia disitu adalah komponen-komponen pilihan telah disaring melalui penyaringan yang cukup ketat.
Sekitar pukul sepuluh siang, upacara di istana yang dianggap termegah di tanah air ini dimulai. Sempat saya ikut merasakan sensasi yang ada disana, diam-diam saya jadi deredekan. Hampir semua anggota instansi dan lembaga terlihat hadir dalam acara peringatan setahun sekali ini. Seragam yang mereka kenakan pun berbeda-beda, ada yang seragam merah putih dengan berbagai pangkat yang menempel, ada pula biru putih dengan senjata siap di lengan bahkan  kebanyakan bapak-bapak mengenakan setelan jas hitam dan kemeja putih dengan pemanis dasi merah dan ibu-ibu juga tak mau kalah dengan kebaya berwarna merah-putih modern hasil modifikasi desainer ternama, tampak pula utusan kedutaan dari beberapa Negara mengenakan pakaian khas mereka, oh ya  saya ingat! Ada pula tim choir  orchestra yang mengenakan pakaian adat dari Sabang hingga Merauke,yang jelas melihat beragam kostum pagi ini semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ memang sangat manjur untuk diterapkan.
Pembukaan upacara berlangsung lancar, mulai dari pembacaan teks proklamasi hingga doa. Namun tiba saatnya syaraf adrenalin saya berpacu kembali yakni saat pasukan paskibraka keluar dari tempat persembunyian mereka. Berjalan dengan tegap, anggun dan gagah, bersahaja, dan tetap hangat karena senyum yang mereka pancarkan ke seluruh para undangan yang hadir dan berhasil tertangkap oleh kamera milik stasiun-stasiun televise. Menurut reporter yang melaporkan berita ini, persaingan untuk mendapatkan seragam putih-putih agar dapat menjadi pengibar duplikat bendera pusaka ini sangatlah berat. Mereka harus bersaing antar sekolah SMA kemudian kecamatan dilanjutkan kota atau kabupaten dan akhirnya provinsi, dari satu provinsi inilah terpilihlah sepasang pasukan yang akan ditempa agar bisa mengemban tugas mereka yang cukup berat itu. Tentu saja syarat lainnya juga berlaku seperti mereka memiliki prestasi akademik yang baik, memiliki akhlak yang mulia, fisik yang kuat dan beberapa syarat berentet lainnya. Yang jelas, hadirnya mereka di layar kaca hari ini mampu membuat banyak orang tersenyum bangga, mulai dari orangtua, guru, dan kerabat dekat.
Jarum jam menggeser posisinya menjadi 10:40 saat seorang gadis cantik dengan senyum tersimpul di wajahnya membawa sebuah baki dengan alas kain kuning emas dan terjahit seekor garuda gagah diujung kain tersebut, menaiki satu persatu tangga merah untuk menerima duplikat kain merah putih yang penuh arti bagi negeri ini. Adalah Mega Ayundya yang sekarang telah berhasil mengemban amanah untuk membawa duplikat sang saka menuju tiang bendera istana Negara ini. Gelagat was-was tergurat jelas di wajahnya saat menuruni anak tangga merah itu sat persatu dengan posisi tubuh tetap tegap menghadap bapak presiden dan seluruh jajaran staf kepemimpinan.saya pun ikut was-was, takut kalau tiba-tiba ia terpeleset atau terjungkal.

Bersyukur sekali ternyata Mega sehat wal afiat hingga ia bisa menyerahkan bendera tersebut kepada  Tresna Gumilar yang kemudian akan dibentangkan oleh sang pembentang yang kebetulan hari ini juga berulangtahun tepat ke tujuh belas tahun yakni Revan Fredo. Seorang pelajar dari Papua ini terlihat begitu gagah dengan balutan busana putih dan peci hitam yang menutupi kepalanya. Waktu terus memberontak dan matahari terus menyingsing membakar seluruh peserta upacara yang hadir, setelah teriakan lantang yang berasal dari tenggorokan Revan “Bendera Siap!” diikuti dengan sikap hormat seluruh peserta upacara dan mungkin sebagian pemirsa yang terbawa suasana saat itu, seperti saya. Dan kali ini giliran Fajrika, sang pengerek bendera untuk berusaha mengibarkan lambang kemerdekaan bangsa ini agar mengudara diangkasa dan disaksikan oleh seluruh jiwa yang haus akan rasa nasionalisme hari ini.