" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Senin, 31 Desember 2012

Wanna Go Out with Me?


Libur tlah tiba…Libur tlah tiba…

Hore..Hore..Hore…Horeee!
Simpanlah tas dan bukumu!
Lupakan keluh kesahmu!
Libur tlah tiba…Libur tlah tiba…
Hatiku gembira
(Tasya-Libur Tlah Tiba)

            Lagu anak-anak itu pasti sering kali terdengar ketika libur ganti semester, libur akhir tahun, libur natal dan tahun baru yang akhirnya datang juga. Yakin sekali, jika hal yang satu ini sudah datang tidak ada orang yang bersedih hati. Secara, manusia mana yang benci libur? Okelah, oke mungkin ada segelintir orang. Tapi, mari kita nikmati liburan kali ini dengan cara yang sedikit berbeda. Menikmatinya dengan cara yang lebih sederhana.

            Sebenarnya, liburan kali ini saya tidak berniat keluar rumah sama sekali. Karena, memang tidak ada rekan perjalanan dan tidak ada destinasi menarik di kota tempat tinggal saya. Namun, setelah beberapa hari saya hanya berdiam diri di rumah ternyata bosan juga. Alhasil, sebuah ide cemerlang muncul tiba-tiba. Mari kita melakukan misi mulia! Teriak batin saya mengajak. Melancong ke Kota Tahu Kuning menjadi pilihan perjalanan sederhana kali ini. Saya katakan ini misi mulia karena tujuan saya melakukan perjalanan ini bukan hanya untuk dolen  tapi juga bersilaturahmi dengan keluarga besar dan nenek saya.

            Hari itu Jumat, saya menerobos kerumunan manusia di terminal Purabaya dan segera mencari bus jurusan Pare-Blitar. Untuk mencapai rumah nenek saya memang lebih mudah menggunakan bus ini daripada menggunakan bus jurusan Tulunganggung-Kediri, karena bus ini nantinya lebih jauh pemberhentian terakhirnya. Pukul sebelas tepat saya berhasil mendapat kursi kosong bersebelahan dengan jendela. Sebuah prestasi tersendiri, mengingat banyak juga pemudik yang akan ke Pare-Blitar ini.

            Tiba-tiba seorang wanita berjilbab duduk di sebelah saya kemudian tersenyum dan bertanya, “Turun mana, Mbak?”. “Hmm, Jambu mbak,” jawab saya. Dari obrolan ringan itu, akhirnya kami ngobrol ngalor-ngidul. Ternyata, mbak di sebelah saya ini adalah seorang perawat. Berkeperluan ke Surabaya untuk mengurus sertifikat dan surat-surat apa gitu (saya lupa namanya), menurutnya pertengahan bulan Januari ini dia akan pindah tugas ke Papua.

Kamis, 29 November 2012

Caca Marica di Tanduk November

"mana dimana anak kambing saya
 anak kambing tuan ada di pohon waru
 mana dimana jantung hati saya
 jantung hati tuan ada di kampung baru

 caca marica he hei
 caca marica he hei
 caca marica ada di kampung baru

 caca marica he hei
 caca marica he hei
 caca marica ada di kampung baru "

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari dendang ini. Hanya sebuah lirik sederhana yang mampu menyusun nada ceria. Mungkin. Lumayan, lagu ini sedikit menguarkan slentingan-slentingan kecil peninggalan ujian akhir semester kemarin. Bukan lagi masalah remidi atau ketidaktuntasan. Ia anggap itu sudah biasa terjadi dan pastinya harus terjadi pada siapa pun yang mengenyam pendidikan di negara ini dengan sistem yang agak ruwet. Tak ada ambiguitas dalam lagu daeran Nusa Tenggara ini. Lagu singkat yang dinyanyikan oleh segerombolan anak madrasah ibtidaiyah (setara SD) yang mungkin baru saja mendapat pelajaran kesenian bab bernyanyi lagu daerah tadi pagi. "Aku pernah bernyanyi seriang itu. Dulu," ia sempatkan melirik beberapa jenak gerombolan anak berseragam merah-putih yang sedang berjalan riang.

Akhir November, dan jika esok aku menoleh maka akan kutemukan dia telah melambaikan tangan.

Sabtu, 03 November 2012

Long March: COMPLETED!

Pertama-tama biarkan saya memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan pada saya untuk melanjutkan dan menyelesaikan catatan perjalanan yang sempat tertunda ini bahkan saya kira tidak akan pernah selesai dan hanya menjadi buah bibir karena satu dan banyak hal.

Kedua kalinya shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, tokoh idola seluruh umat muslim sepanjang zaman yang namanya selalu diletakkan di posisi kedua baik dalam pembukaan pidato, ceramah, atau dalam ucapan syukur dalam corat-coret tulisan yang kurang jelas seperti ini. 

Ketiga kalinya saya tidak akan berterimakasih kepada pembawa acara, karena saat ini saya tidak sedang berpidato perwakilan angkatan dalam rangka wisuda kelulusan siswa-siswi MAN 3 Malang angkatan ke-21 tahun ajaran 2012/2013, melainkan saya ingin berterimakasih sepenuh hati kepada pihak-pihak yang telah bersumbangsih penuh dengan segenap jiwa-raga-tenaga-hati-pikiran dan doanya untuk mensukseskan perjalanan ‘dolen’ kali ini. 

Untuk Oom-oom di seberang sana yang telah berhasil mengiming-iming saya keluar dari zona nyaman, dolen untuk menghirup udara minggu yang berbeda. Untuk mbak Mencla yang udah setia jadi kawan long march serta pemberi domplengan saya dalam banyak perjalanan dolen, gimana mbak masih patah-patah rasanya? Untuk Srikandi yang selalu khawatir dan minta dikabari dimana kaki ini telah berpijak. Untuk Sinta yang selalu paham jika saya terlambat dan selalu memaklumi segala alasan yang akhirnya disampaikan atas nama izin kepada pengasuh asrama. Untuk bapak-ibu yang saya temui di pinggir jalan dan saya tanyai arah tetapi jawabannya mengecewakan. Untuk tukang parkir cakep yang menunjukkan kepada jalan yang benar, makasih ya mas! Hahaha. Untuk bapak guide Sigolo-golo. Untuk Mio merah, untuk nasi sambal ikan Wader, untuk sepotong ubi madu, untuk secangkir susu coklat panas dan STMJ. Untuk Mojokerto-Jombang. Untuk NGI edisi September 2012-Repihan Majapahit. Untuk semua sumber yang saya comot. Untuk perjalanan dan kebijaksanaan ini. Dan akhirnya inilah kisah langkah kaki ini.
***

Selasa, 30 Oktober 2012

Rasian Rindu



Kata rasian menurut kamus ilmiah popular karya Pius A partanto dan M. Dahlan Al Barry adalah mimpi yang mengandung arti. Sedangkan rindu adalah (be) rasa ingin jumpa;kangen. Terlalu banyak kosakata yang bisa menggambarkan berbagai suasana dan peristiwa namun untuk kali ini cukup dua kata diatas yang bisa mewakili apa yang menyesak di dada. Bergumul jadi satu, meluapkan sebuah emosi, tapi apa daya tak mungkin tersalurkan saat ini. Dan harus tidak mungkin! Pias.

Kisah ini nyata terjadi dalam realita sehari-hari. Suatu malam ketika pasukan jangkrik dan serdadu serangga lainnya mulai mendendangkan lagu nina bobok agar para jiwa bergelar manusia lelap dalam buaian aroma wangi bunga sedap malam, seorang anak terjengkang dari dipan 2x1/2m-nya berkeringat dan ketakutan. Seluruh darahnya terakumulasi ke jantung membuat kerja organ tersebut bertambah berat. Jantungnya berdetak begitu kencang hingga nyaris menembus kulit dadanya. Mimpi tadi begitu nyata. Dan si anak terhuyung.

Selasa, 23 Oktober 2012

Secarik Untuk Sebuah Nama

Tak mampu melepasnya walau sudah tak ada
Hatimu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya

Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
Memiliki Kehilangan-Letto


Hai! Perkenalkan namaku Belda Eldrit Janitra. Orang-orang biasa panggil Belda. Tapi terserahlah kamu mau panggil apa. Toh, apalah arti sebuah nama. Iya kan?

Sempat jengah saat dengar ternyata kamu berpulang lebih dulu. Sayang sekali, kita belum sempat bertatap muka dan berjabat tangan untuk sekadar saling tahu. Padahal rotasi waktu saat itu hampir saja mempertemukan kita namun apa daya kesempatan memang tak mengizinkannya, hingga terbitlah sebuah postingan wisata tak terduga.

Aku memberanikan diri mengirim secarik kecil ini demi sebuah penghormatan tiada akhir pada sebuah mimpi sederhana dua karib anak manusia. Berharap ada satu malaikat mau singgah sebentar untuk membaca corat-coret ini dan semoga sampai di telingamu di alam yang mungkin sudah beda dimensi.

Mirzania bin Lutfi Basyaep. Namamu tergurat jelas di batu putih itu. Simbol yang mengingatkan bahwa semua komponen akan kembali padaNya. Dalam kasih sayangNya.

Aku hanya sanggup menunduk haru ketika karibmu banyak berkisah. Bagaimana perjuanganmu melawan ganasnya ia menggerogoti. Tak heran jika ia menghujani kisah ini dengan airmata. Sebelum sangat terlambat, aku akan ingatkan pada siapapun yang membaca postingan ini bahwa tulisan yang ada edisi kali ini memang super duper melow jadi jika kau tak tahan membacanya silakan beralih dan tinggalkan namun, jika kau ingin tahu bagaimana rasanya memiliki kehilangan silakan teruskan.

Bagaimana seorang sahabat bisa melukiskan mimpi-mimpi secara nyata disaat yang lain belum sempat memikirkannya. Tidak perlu muluk-muluk. "Aku hanya ingin berangkat dan pulang sekolah dengan mengayuh sepeda onthel kita bersama sambil tertawa membelah ruas jalan dengan pelepah batang bambu yang mengotorinya", tuturnya masih tak bisa menghentikan aliran air di tepi okulusnya. Itu mimpi sederhanamu. Ingin selalu dekat dan tahu bagaimana perasaannya setiap saat. Sedihkah? Bahagiakah? Atau biasa saja.

Seingatku, tak ada kekuatan yang lebih dahsyat untuk melangkah bersama selain sebuah kepercayaan seorang sahabat.

Senin, 15 Oktober 2012

Saatnya Melepas Topeng

Saya-Aku. Anda-Kamu. Tersadar rasanya seperti terhentak. Saat sebuah keharusan meluruhkan keindahan. Saya juga bingung sejak kapan jubah besar membungkus kemurnian diri bukan semata-mata menutup dan melindungi tapi menyamarkan. Serta sebuah topeng yang seakan menempel permanen menindih keakuanku.


Mulailah sedikit pengembaraan membentangkan jalan beraspal dengan kanan kiri gersangnya gurun yang tak indah sama sekali, pun tak menyerempet Sahara. Dan terik siang segera melalap bayangan membeber fatamorgana.

Sejak kapan pula seutas tali yang dekat terasa amat jauh sedang segelondong ikatan tampar nun jauh tampak di ujung hidung? Tipuan. Semua disini disetting untuk sebuah tipuan. Entah menipu atau ditipu. Hingga jangan salahkan jika banyak poster yang mejeng disana-sini bertuliskan "Hati-hati terhadap penipuan atas nama apapun!". Sebuah tipuan oh bahkan beribu-ribu tipuan sehingga tebal topeng kemunafikan berhasil mengcover setiap celah pori wajah.

"Itu bukan tipuan! Itu trik bertahan!", tukas anda suatu siang sambil menikmati jajanan kantin. Hei! Apa bedanya tipuan dengan trik? Bukankah itu sama-sama cara untuk mengelabui seseorang? Baiklah, kali ini anggap saja itu dapat menjawab terombang-ambingnya sebuah kano kecil diatas sungai tak bertepi di sela-sela kota Venesia. Anda jangan heran, saya tahu Venesia kota yang indah dari banyak penuturan, termasuk seorang senior yang sangat mendukung berbagai kiprah dan tingkah polah saya yang selalu anda anggap tidak wajar.

Setitik anugerah yang patut didecap dalam-dalam. Kala masa itu datang. Masa dimana setiap Detik berlomba untuk menggumpalkan Menit dan Menit berlarian sambil terbahak meraih Jam."Aduh!", langkahnya terhenti seketika kemudian menoleh ke belakang dan berucap, "Cukup! Kali ini jam tidak akan menguntai sebuah takaran hari", ucapnya bersamaan dengan tangis sendu. "Cup..cup..cup.. Tak apalah sayang, selagi hayat masih dikandung badan! Setiap molekul yang keluar masuk fentilasi ini masih berpihak pada keyakinan di depan kening kamu", ujar sang Mimpi menenangkan. Semoga anda pernah membaca novel megakarya itu. 5 cm. Yang saya anggap sebagai buku panduan perjalanan. Keyakinan, keinginan, harapan, cita-cita, dan mimpi itu ada. Bukan sekedar ilusi. Anda harus percaya itu!

Maka di pergeseran jarum jam dinding yang mengangkang angkuh diatas papan tulis putih lebar yang sudah mulai usang. Saya meminta izin dengan segala ketawadu'an yang takkan mereda. Dengan sikap badan menunduk tanpa ada rasa menantang. Biarkan saya meregangkan simpul jaring laba-laba ini. Biarkan saya melepas topeng yang hampir melukai guratan muka asli pemahatnya. Biarkan saya menatap pelangi yang datang selepas hujan di akhir musim tahun ini, menatap; berarti melihatnya secara intens dan leluasa tanpa ada penghalang seinci pun. Biarkan saya menjadi AKU! Karena kesempatan tak datang dua kali dan sejarah takkan terulang. Hanya saja suatu saat akan ada irama dan nada yang terdengar serupa. Hanya serupa, namun tetap saja berbeda.

B.E.J
Perpus, ketika matahari bersembunyi







Kamis, 04 Oktober 2012

Pohon Besar

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang pemimpin di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan pemimpin di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.""

Sebuah firman dari lembaran putih membuka hari saya pagi ini. Seperti melesat kemudian jatuh dan menghujam tepat di tengah pusat kesadaran. Seorang pembesar kemudian berkata, "Bagaimana bisa mereka mengecam Tuhan yang hendak menjadikan seseorang untuk memimpin ranah bumi?". Sontak hening menyelimuti, tak ada yang berani bersuara. Namun, "Mungkin karena mereka adalah jiwa-jiwa yang suci sehingga mereka berhak mengetahui beberapa privasi yang dituliskan olehNya", satu suara memecah keheningan ruangan ini. Sang pembesar hanya tersenyum bijak, kemudian bertutur, "Tahukah kalian, sebelum bapak kalian yang tercipta dari tanah itu dilahirkan sebenarnya telah ada kehidupan dari para kaum terdahulu. Entah jasadnya tersusun dari tanah pula atau lebih mulia seperti remah-remah emas, atau mungkin juga lebih hina terkomposisi dari adonan lumpur pekat menjijikkan? Sampai saat ini belum ada penemuan yang berhasil mendobrak ilusi hingga tercipta sebuah dogma. Yang jelas adanya kehidupan sebuah kaum terdahulu yang sama seperti saat ini. Sama-sama berakal."

Setelah beringsut dari posisinya semula, sang pembesar melanjutkan, "Dari situlah mereka mengetahui apa yang akan terjadi jika Tuhan memilih seorang dari manusia untuk memimpin buana. Sebuah rasa trauma yang mungkin masih menggantung dalam benak mereka saat Tuhan melakukan kehendakNya. Hancurlah kaum itu sebab tak tunduk dan patuh. Hidup mereka hanya diisi dengan pertengkaran dan kemungkaran. Jadilah tak salah jika Tuhan menghapuskan mereka dari semesta."

Banyak tanda tanya besar yang tiba-tiba merundung pagi ini. Penjelasan barusan menyiratkan banyak teka-teki. Yang untuk menyelesaikannya tak cukup hanya bersuara menumbangkan hipotesa, atau menulis menyatakan apa yang tak terucap. Belum selesai sampai di situ, sebuah pertanyaan atau mungkin pernyataan berhasil mengatupkan mulut-mulut yang hendak segera berceloteh. "Atau mungkinkah, adanya kita saat ini adalah kelahiran kembali dari kaum terdahulu yang mungkin sudah Tuhan poles sedemikian rupa sehingga lebih tersembunyi titik-titik kedurhakaan dan kemurkaan kita? Dengan kata lain, reinkarnasi."

Selasa, 02 Oktober 2012

Tidur Siang

Entah sejak kapan saya mulai memikirkan dengan sangat tentang suatu hal. MIMPI. Yang saya tahu dulu, mimpi adalah sesuatu yang hinggap pada saat tidur. Sesederhana itu. Beranjak SMA, mulailah banyak kawan  yang membicarakan ini-itu . Sesuatu yang mereka usahakan untuk diperoleh dan menunggu di ujung sana. Itu mimpi, kata mereka.

Hingga saat ini kedua kaki saya masih kokoh berpijak dan pikiran saya masih pula terus mengambang. Sebenarnya apa kehebatan satu kata yang terkomposisi dari lima huruf itu?

Sebuah kata yang sengaja mendobrak pertahanan serapuh triplek pada dinding terkuat sebuah rumah kardus. Meminta pernyataan 'apakah sebuah ideologi masih harus dipertahankan untuk sebuah pencapaian baru yang menjanjikan pahit manisnya kehidupan?'

Ah~ terlalu rumit untuk menjamah kata hidup, belum lagi imbuhan ke-dan-an-nya. Baiklah mungkin masih harus saya selami lebih dalam. Dan sekarang biar saya lanjutkan. Tidur siang di kelas hari ini. >.<



BEJ

02 -10-2012
Kelas;13:40

Minggu, 16 September 2012

Wisata Tak Terduga


     Allah selalu punya plan B untuk skenario kehidupan yang diperankan oleh hambaNya. Itulah mengapa selalu ada kejutan dibalik tidak terwujudnya sebuah rencana.”

            Kata-kata itulah yang seringkali terngiang di benak saya ketika saya hendak melakukan suatu rencana yang tidak biasa. Layaknya sebuah mantra yang selalu menjadi pengingat bagi saya bahwa tidak sepenuhnya manusia berhak mengatur kehidupannya. Manusia hanya boleh bermimpi, hanya bisa berusaha, hanya berharap dengan doa, dan sisanya faktor X kehendak Tuhanlah yang menentukan sesuatu itu dapat terwujud atau tidak.

            Hari itu, Sabtu, 15 September 2012. Akhir pekan yang memang sudah ditunggu oleh banyak orang dengan berjuta rencana refreshing yang siap dilaksanakan. Begitu pula dengan saya, hari itu saya berniat menghabiskan akhir pekan untuk menghirup oksigen yang sedikit berbeda dari hari biasanya. Yap, destinasi kali ini adalah sebuah rumah sakit! Lebih tepatnya,  job saya kali ini adalah menemani kawan saya untuk menjenguk seorang teman lamanya yang (kabarnya) sedang dirawat inap di rumah sakit Saiful Anwar-Malang.

Jumat, 14 September 2012

Sebuah Potret Kesederhanaan yang Cerdas


Akhir pekan memang waktu yang paling ditunggu oleh siapa saja. Bagaimana tidak? Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk merenggangkan seluruh otot yang telah bergulat dengan segala macam kesibukan selama seminggu, adalah moment yang paling ditunggu untuk mengumbar kisah dan tawa dengan keluarga, kerabat, hingga kekasih. Dan berbeda dari biasanya, atmosfer akhir pekan kota Malang kali ini agaknya sedikit berbeda, terutama bagi warga kota Malang yang tengah menikmati retorika lama kota Malang, hal ini disebabkan oleh kehadiran Malang Tempo Dulu, sebuah festival budaya yang menghadirkan berbagai potret kota Malang jaman dahulu dan menyuguhkan seluruh kekhasan yang dimiliki bumi Arema ini.
  Tepatnya pada tanggal 26 Mei 2012, saya dan teman-teman bergegas melenggang meninggalkan jalan Bandung untuk segera memadati jalan Ijen dan merasakan euphoria hiruk-pikuk festival Malang Tempo Dulu  yang tahun ini bertajuk dengan Malang Kembali. Jalan Ijen yang tidak jauh dari sekolah kami mengharuskan kami menikmati karunia Allah untuk menapaki jalanan dengan menggunakan kedua kaki kami. Tiba di gerbang masuk MTD kami disambut dengan baliho besar bertuliskan “Selamat datang di Malang Kembali 2012” dan dua pintu gerbang yang dibuat dari anyaman bambu dengan hiasan rumbai-rumbai daun tebu yang sudah mengering berhasil menghadirkan suasana kota Malang yang jadul (alias jaman dulu) dalam benak kami. 
Kami lalu menyusuri ruas jalan yang kiri-kanannya sudah dipenuhi berbagai macam stand pedagang yang menawarkan berbagai keunikan kerajinan khas kota Malang hingga mainan dan makanan khas tempo dulu yang mungkin saat ini sudah sangat sulit ditemukan. Saya juga sangat takjub dengan antusiasme warga bumi Arema ini yang berusaha memeriahkan program pemerintah yang diadakan dalam setahun sekali, dengan mengenakan pakaian tempo dulu berupa baju motif batik dan kebaya. Sungguh sebuah apresiasi yang patut diacungi jempol. 

Setelah kami puas jepret sana jepret sini, kami mulai mengunjungi satu persatu stand yang ada. Mulai dari stand makanan jadul seperti gulali jawa, jajanan pasar, hingga stand-stand unik yang memang menjadi andalan festival tahuanan ini seperti studio radio terbuka dengan siaran langsung penyiarnya yang menggunakan bahasa jawa lengkap dengan logat kentalnya, ada pula benda-benda bersejarah yang dipamerkan disini. Seperti berbagai macam mobil tua bung Karno yang sengaja dibawa berkeliling area MTD kemudian diparkir di depan museum tempo dulu yang menghadirkan banyak informasi tentang seluk-beluk sejarah kota Malang, ada pula berbagai jenis motor vespa yang tampak sangat tua namun masih terlihat terawat dan bagus. 


         Belum berhenti sampai disitu, kami juga dibuat tercengang oleh pertunjukkan kesenian khas kota Malang yakni tari topeng Malangan. Sebuah pertunjukkan yang berhasil menyihir kami dengan lenggak-lenggok gerakan sang penari seakan-akan berusaha memeberitahu kami tentang apa kisah yang terkandung dalam tarian indah yang sedang ia tampilkan.


Kami benar-benar larut dalam perasaan haru sekaligus bangga menikmati berbagai suguhan yang diberikan dalam festival Malang Tempo Dulu ini. Ditengah laju zaman yang marak menggembar-gemborkan betapa agungnya budaya dan teknologi barat, ternyata masih ada sedikit ruang bagi jiwa yang ingin mengenang bahkan menjunjung kebudayaan bangsa ini. Sebuah festival yang mampu melahirkan rasa nasionalisme dengan mencintai budaya dan produk dalam negeri dalam bingkai kesederhanaan budaya ketimurannya dan kanvas cerdas era globalisasi yang tetap mengerti norma adat.

Kemudian mari kita tengok detail kecil opera jadul yang berhasil mencetak momen indah pada saat kita masih kanak-kanak. Ya, apalagi jika bukan pertunjukkan topeng monyet dan dokar atau delman  kuda. Pertama, topeng monyet yang sering kali menjadi rujukan para ibu-ibu dahulu jika anak-anaknya rewel saat disuapi makan sore. Opera kecil yang berhasil membawa saya menengok kembali masa kecil saya kala sore itu dengan wajah polos melihat sang Paimin beraksi membawa payung dengan dalih akan pergi ke pasar, atau kadangkala saya menangis histeris kala si Paimin jingkrak-jingkrak memperagakan tarian topengnya. Hahaha… kadangkala masa lalu akan terasa manis dan lucu jika diingat kembali.

Selanjutnya adalah delman kuda dengan syairnya yang sampai saat ini sering mengusik benak saya. “Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota. Naik delman istimewa kududuk di muka. Kududuk samping pak kusir yang sedang bekerja mengendarai kuda supaya baik jalannya. Hai! Tuk..tik..tak..tik..tuk..tik..tak..tik..tuk..tuk..tik..tak..tik..tuk..suara sepatu kuda ”.  Namun syair lagu tersebut agaknya berbeda keadaan dengan delman yang ada di MTD ini, delman ini disediakan khusus untuk pengunjung yang ingin mengelilingi seluruh area MTD tanpa harus berlelah-lelah ria, berdesak-desakkan mencari celah kosong diantara sekian banyak pengunjung. Dengan merogoh kantong ± 5000-7000 rupiah, anda sudah bisa menikmati seluruh sudut kota lama ini. Sayang sekali, pada waktu itu kami memilih untuk berjalan saja agar bisa mapir dan melihat-lihat lebih lama di setiap stand. Untuk anak-anak balita, disini juga disediakan alat transportasi tradisional berupa delman kambing. Untuk deskripsinya, anda bisa bayangkan delman kuda layak biasanya namun kuda diganti dengan kambing gibas yang ukurannya lumayan bsar dengan kapasitas penumpang maksimal dua balita yang mengendarainya sedang si kambing ditarik oleh sang pemilik agar dapat berjalan dengan baik. 

Dan perjalanan budaya kami kali ini diakhiri dengan sesi foto untuk mengabadikan kenangan bersama dengan  Malang Tempo Dulu yang areanya siap digantikan dengan jalur aktifitas vital warga Malang. Sebuah kesederhaan kota lama yang disuguhkan dengan cara yang sangat cerdas, yakni berupa festival menarik yang mampu mengundang banyak simpati dari banyak warga. Ya, itulah Malang Tempo Dulu.  J

Nb: Mohon maaf karena peng-upload an foto memakan waktu yang sangat luama pol. Jadi saya tambahkan foto-foto MTD 2012 lain waktu, secepatnya. 





Sabtu, 18 Agustus 2012

Mudik Merdeka 2


Part 2
Allahuakbar…Allahuakbar…Allahuakbar…
 Laailaha illallahu allahuakbar…
 Allahuakbar wa lilla ilhamd

            Diawal tadi sempat saya singgung bahwa peringatan hari kemerdekaan kali ini memang cukup unik dan memberi arti tersendiri untuk saya pribadi. Pertama, saya tidak ikut upacara di sekolah namun malah ikut di istana Negara. (lewat televisi maksudnya). Kedua, tanggal tujuh belas Agustus tahun ini jatuh di bulan Ramadhan tepat di hari jum’at sama persis seperti hari diikrarkannya proklamasi tahun 1945, menurut buku pelajaran sejarah yang dulu pernah saya pelajari saat SMP, saat itu bung Karno dan beberapa tokoh lainnya merumuskan naskah proklamasi setelah shalat terawih hingga menjelang waktu sahur (kalau tidak salah), dan pembacaan proklamasi dilakukan pagi hari karena bung Karno tidak ingin mengganggu aktifitas shalat jum’at umat muslim di Indonesia, mengingat beliau juga seorang muslim yang taat.

Mudik Merdeka I



Part I
Tujuh belas Agustus tahun empat lima
  Itulah hari kemerdekaan kita
  Hari merdeka nusa dan bangsa
  Hari lahirnya bangsa Indonesia….”

Yap tepat sekali! Saya masih berada di bumi khatulistiwa, pelukan hangat ibu pertiwi –Indonesia yang hari ini telah tepat bergelar mahkota angka 67. Usia 67 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk berkiprah menjadi sebuah Negara yang bebas, merdeka dan berdaulat di mata banyak Negara di seluruh dunia. Bagi saya peringatan proklamasi Indonesia kali ini memberikan arti yang sedikit berbeda dengan peringatan proklamasi pada tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana tidak? Tahun ini saya tidak bisa mengikuti upacara bendera di sekolah karena kebijakan sekolah saya yang meliburkan seluruh siswanya mulai tanggal 12 Agustus kemarin. Jadilah saya hanya bisa menghibur hati melihat sang Saka berkibar dengan gagahnya di istana merdeka-Jakarta dari layar 21 inch buah karya siaran langsung sebuah stasiun televisi.
Perayaan yang sangat memukau terlihat dari persiapan detik-detik pengibaran, pengamanan para tamu undangan yang ketat, hingga sajian hiburan orchestra yang sangat keren sekali menurut saya. Mungkin ini karena efek saya lama sekali tidak melihat siaran live pengibaran merah putih di tv. Atau memang semua komponen yang tersedia disitu adalah komponen-komponen pilihan telah disaring melalui penyaringan yang cukup ketat.
Sekitar pukul sepuluh siang, upacara di istana yang dianggap termegah di tanah air ini dimulai. Sempat saya ikut merasakan sensasi yang ada disana, diam-diam saya jadi deredekan. Hampir semua anggota instansi dan lembaga terlihat hadir dalam acara peringatan setahun sekali ini. Seragam yang mereka kenakan pun berbeda-beda, ada yang seragam merah putih dengan berbagai pangkat yang menempel, ada pula biru putih dengan senjata siap di lengan bahkan  kebanyakan bapak-bapak mengenakan setelan jas hitam dan kemeja putih dengan pemanis dasi merah dan ibu-ibu juga tak mau kalah dengan kebaya berwarna merah-putih modern hasil modifikasi desainer ternama, tampak pula utusan kedutaan dari beberapa Negara mengenakan pakaian khas mereka, oh ya  saya ingat! Ada pula tim choir  orchestra yang mengenakan pakaian adat dari Sabang hingga Merauke,yang jelas melihat beragam kostum pagi ini semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ memang sangat manjur untuk diterapkan.
Pembukaan upacara berlangsung lancar, mulai dari pembacaan teks proklamasi hingga doa. Namun tiba saatnya syaraf adrenalin saya berpacu kembali yakni saat pasukan paskibraka keluar dari tempat persembunyian mereka. Berjalan dengan tegap, anggun dan gagah, bersahaja, dan tetap hangat karena senyum yang mereka pancarkan ke seluruh para undangan yang hadir dan berhasil tertangkap oleh kamera milik stasiun-stasiun televise. Menurut reporter yang melaporkan berita ini, persaingan untuk mendapatkan seragam putih-putih agar dapat menjadi pengibar duplikat bendera pusaka ini sangatlah berat. Mereka harus bersaing antar sekolah SMA kemudian kecamatan dilanjutkan kota atau kabupaten dan akhirnya provinsi, dari satu provinsi inilah terpilihlah sepasang pasukan yang akan ditempa agar bisa mengemban tugas mereka yang cukup berat itu. Tentu saja syarat lainnya juga berlaku seperti mereka memiliki prestasi akademik yang baik, memiliki akhlak yang mulia, fisik yang kuat dan beberapa syarat berentet lainnya. Yang jelas, hadirnya mereka di layar kaca hari ini mampu membuat banyak orang tersenyum bangga, mulai dari orangtua, guru, dan kerabat dekat.
Jarum jam menggeser posisinya menjadi 10:40 saat seorang gadis cantik dengan senyum tersimpul di wajahnya membawa sebuah baki dengan alas kain kuning emas dan terjahit seekor garuda gagah diujung kain tersebut, menaiki satu persatu tangga merah untuk menerima duplikat kain merah putih yang penuh arti bagi negeri ini. Adalah Mega Ayundya yang sekarang telah berhasil mengemban amanah untuk membawa duplikat sang saka menuju tiang bendera istana Negara ini. Gelagat was-was tergurat jelas di wajahnya saat menuruni anak tangga merah itu sat persatu dengan posisi tubuh tetap tegap menghadap bapak presiden dan seluruh jajaran staf kepemimpinan.saya pun ikut was-was, takut kalau tiba-tiba ia terpeleset atau terjungkal.

Bersyukur sekali ternyata Mega sehat wal afiat hingga ia bisa menyerahkan bendera tersebut kepada  Tresna Gumilar yang kemudian akan dibentangkan oleh sang pembentang yang kebetulan hari ini juga berulangtahun tepat ke tujuh belas tahun yakni Revan Fredo. Seorang pelajar dari Papua ini terlihat begitu gagah dengan balutan busana putih dan peci hitam yang menutupi kepalanya. Waktu terus memberontak dan matahari terus menyingsing membakar seluruh peserta upacara yang hadir, setelah teriakan lantang yang berasal dari tenggorokan Revan “Bendera Siap!” diikuti dengan sikap hormat seluruh peserta upacara dan mungkin sebagian pemirsa yang terbawa suasana saat itu, seperti saya. Dan kali ini giliran Fajrika, sang pengerek bendera untuk berusaha mengibarkan lambang kemerdekaan bangsa ini agar mengudara diangkasa dan disaksikan oleh seluruh jiwa yang haus akan rasa nasionalisme hari ini.

Minggu, 27 Mei 2012

Nilai Tugas Akhir, Pertanggung jawaban Masa Depan!


Sambutlah Aku Dalam Halalmu

Pernikahan-Dinikahkan-Dinikahi-Menikahkan-Menikahi-Menikah, berasal dari satu kata dasar yang sama yakni nikah. Secara bahasa nikah berasal dari kata نَكَحَ – يَنْكِحُ – نِكَاحًا yang berarti الدَحْم (mengawini) atau الخَجأ (menggauli). Dan secara istilah nikah adalah sebuah akad yang menghalalkan bagi kedua belah pihak untuk bersenang-senang sesuai dengan syariat. Namun, hingga tulisan ini ditorehkan, saya masih belum bisa memahami sepenuhnya makna dari nikah tersebut. Karena mungkin saat ini, belum saatnya saya mengerti tentang makna satu kata sakral itu.

Selasa, 21 Februari 2012

Musisi Akuntasi

"Suatu perubahan kebudayaan masyarakat yang mempengaruhi norma, sikap, nilai, dan sistem sosial secara blaa...blaa...blaa...." Baiklah hari ini guru IPS ku kembali melaksanakan kewajibannya yakni mentransfer ilmu kepada murid-muridnya. Dengan gaya yang sebagaiman abiasanya, pak guruku ini menerangkan panjang lebar dan seperti biasanya pula temen-temenku ples aku sudah menyiapkan obat nyamuk untuk dibakar.

Pelajaran IPS jadi tambah boring waktu bahas soal ulangan harian minggu lalu. Kali ini spesifikasinya di Sosiologi. Halah...halah..., bukannya malah ndengerin pak guru ganteng didepan ini mbahas malah pada banyak yang mblakrak kesana kemari. Ada yang sibuk sama laptopnya lah, ada yang sibuk sama buku sketsnya lah, ada yang sibuk ngedumel saking susahnya soal yang dibikin sama pak guruku ini, ada yang lebih kurang ajar lagi main gitar ditengah-tengah pembahasan soal. Ckckck..., untung aja pak guruku ini sabar banget. Nah, anak-anak yang uah bad mood dari pagi karena serangan ulangan fungsi komposisi jadi tambah nggak mood diajak bergelut dengan soal-soal sosial yang menurut kami sangat bertele-tele.

"Pak! Ayo main gitar aja!" Celetuk salah seorang temenku, yang baru inget bahwa guru pelajaran IPS ku ini (mencakup, geografi, sosiologi, ekonomi, namun fokus beliau di akuntansi) adalah mantan musisi terkenal (dapet curhatan dari guru2 lain sih. he he).
"Nggak, hari ini kita pembahasan soal ya anak-anak! Diperhatikan baik-baik, ini soal-soal akan saya keluarkan di UTS akhir Maret nanti." Masih dengan T.E (tanpa ekspresi) nya bapak guruku berujar seperti itu.
"Yaaaah, bapak.....!" Kompak seisi kelas bergumam kecewa.
Tiba-tiba seorang temenku cewek menodong guru gantengku ini dengan membawa gitarnya ke meja guru, "Pak ayolah main sekali aja! Ya pak?" Tanyanya tidak berperi kepembahasan soal sosiologian.
"Nggak, saya sudah lupa cara mainnya, lagi pula hari ini jadwal kita membahas soal." Bapak guruku ini memepertahankan penderiannya.
"Ya pak....? SEKALI AJA....!" kali ini rayuan maut terdengar dari seisi penghuni kelasku.
"Nggak, kalian aja yang main nanti saya lihat!" Aura musisi handal dari guruku ini mulai terpancar.
"Yaaaah, bapak! Jadi nggak semangat ini!" Anak-anak berlagak nggak punya semangat hidup, sdampe-sampe ada yang mau akting gantung diri. :P
"Hmmm...." Guruku ini masih berrpikir keras seolah-olah memikirkan soal neraca saldo yang tidak beres yang debet sama kreditnya nggak imbang bermilyar lmilyar.
"Iya deh pak.....!" Masih berusaha merayu guruku yang berpotur tinggi banget (maklum, beliau juga nyambi sebagai atlet voly tangguh.) :)
"Ya sudah, tapi kita pembahasan soal dulu ya....! diperhatikan baik2 yaa nak-anak!" Yes! Jurus rayuan maut pun ternyata berhasil!
"Yeeeeeeee......!" Akhirnya sekelas sepakat buat pembahasan soal konflik sosial, stratifikasi sosial, modernisasi, globalisasi, westernisasi, sampe ASI sekalipun. (Ya nggak lah!) Pokoknya sekelas akhirnya setuju buat mbahas soal namun dengan niat yang sudah melenceng. :D


Senin, 20 Februari 2012

Wah, ada e-mail! Dari siapa ya...?


Akhir-akhir ini emang aku lebih sering e-mail2an bareng temen-temen penaku daripada pakai jejaring sosial lainnya. Nah, mau gimana lagi? FB udah gak karu-karuan. Twitter, akunya gaptek yang mau make meskipun aku punya akunnya. Ya udah deh, akhirnya kau putuskan untuk saling share cerpen lewat e-mail. Lebih leluasa soalnya nggak ada batasan dalam format penulisan, kan ada attach original file. :)

Nah, aku sih ya biasa-biasa aja kalau buka akun yahoomail. Setelah sebulan sebelumnya kau selalu harap-harap cemas kalau udah log ini e-mail. Kalau-kalau ada e-mail dari penerbit yang aku harapkan. Emang sih, sebelum aku kirim naskah print outku, aku pastiin dulu para penerbit yang mau aku kirimi naskah itu lewat e-mail. Eh, ternyata aku dikacangin. Ya udah, daripada kelewat sedih nungguin balesan e-mail yang nggak jelas. Akhirnya ku putuskan untuk kirim langsung lewat jasa pos.

 Sampai pada hari ini, aku tetep aja e-mail2an sama temen penaku buat kasih kritik-saran tentang karya-karya cerpen kita. Eh, tiba-tiba malam ini setelah aku bergelut dengan fungsi komposisi dan fungsi invers (maklum, besok ulangan matematika. hehehe) aku coba buat log in yahoomail lagi. Dan....! Tereng...tereng... Ternyata eh...ternyata..., ada e-mail yang tak terduga datang. Itu e-mail dari PENERBIT! Huaaaa..., saking aku kelewat seneng sampai bingung apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Hahhaha
Padahal isi e-mailnya cuma singkat.  Gini isinya:

Minggu, 19 Februari 2012

Dag Dig Dug, Tolak-Revisi-Terima?

Sudah terhitung seminggu naskah aku kirimkan ke alamat penerbit. Wuah, rasanya lega banget hasil pemforsiran tenaga dan pikiran selama empat bulan akhirnya selesai juga. Alhamdulillah, nggak nyangka banget waktu tau hasil print outnya ternyata banyak banget. Kayak-kayak bukan aku yang bikin.



Setiap hari aku tunggu dering telpon, berharap itu dari Bandung (Penerbit yang aku kirimi naskah emang di Bandung). Sampe-sampe setiap detik ayng aku jalani rasanya bergulir begitu lama. Memang benar kata orang-orang,"menunggu itu adalah hal yang paling tidak mengenakkan." Ok, I see... Dan ternyata, aku baru sadar bahwa aku baru nunggu selama seminggu! Padahal batas minimal sebuah buku turun dari editor adalah SATU BULAN! dan mungkin bahkan bisa memakan waktu selama SATU TAHUN jika memang antri naskahnya banyak! Oh God, make me be patient to wait the decision from publisher. :)

Yahh, berikut ini bocoran sajak-sajak ngawur dalam naskah buntelan kecil itu (berharap bisa mengimagine readers):

TAHAN!

Selasa, 07 Februari 2012

Berjuang menggapai mimpi diujung kuku!

Fiuh...! Sudah hampir empat bulan aku selalu bercumbu dengan 'dearest', lepi kesayanganku. Dan alhasil selama hampir empat bulan itu dearest kawan seperjuanganku itu aku ajak begadang sampe dia sering sakit. Yang kadang mogok makan lah, mogok mandi lah, mogok sekolah lah, sampe mogok hidup. huahaha

Dan hampir selama empat bulan itu aku dan dearest sama sama memforsir diri untuk mewujudkan satu hal. Buntelan Kecil . Hauakakakag. denger taglinenya aja udah bikin ngakak nggak tau ntar jadinya kayak apa. Alhamdulillah sih, liburan tahun baru cina kemarin tagline itu udah selesai tapi perlu ada revisi.
Alhasil, aku harus ngerevisi 'itu'. Dan rencananya minggu ini deadlineku buat ngirimin itu. Yah, meski agak ciut nyali takut-takut ntar ditolak mentah-mentah. Huufft, bismillah aja lah, kan ada Yang Maha Pengatur yakin aja deh semuanya udah diatur. Akupun inget kata mama, "Allah itu nggak akan menyia-nyiakan usaha hambaNya!" Berbekal satu keyakinan seperti itu, aku akan terus maju mewujudkan mimpi di ujung kuku. Wish me luck! :)

"Cinta nggak butuh OMONG KOSONG! Tapi butuh perealisasian dalam KARYA (dalam bentuk apapun). Dari situ buktikan bahwa cinta itu NYATA bukan sekedar RASA!"

Untuk semua yang pernah keluar masuk dalam skema kecilku.