" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Sabtu, 29 November 2014

Pulanglah Panglima Hujan!





Lalu dalam keroyokan prajurit hujan sore ini, kuwanti-wanti pada mereka:
bilakah panglimanya terjebak,
maka mohon lindungi dan pulangkan ia dengan selamat.
Lantaran kami kekasih hujan,
jika sang panglima tak berpulang maka sang putri pun akan sederas rinai matanya
sebab sebentar lagi ia memutuskan tidak lagi menjadi: pluviophile!

(Pulanglah Panglima Hujan! - B.E.J)


(Picture source: Google)

Sabtu, 22 November 2014

Titip Rindu Pada Bulan

Titip rindu pada bulan,

Saat pungguk tak memalu meruahkan rindu

Titip rindu pada bulan,

Sungguh pungguk tetap juga tak bisa maju untuk bertemu

Titip rindu pada bulan,

Pungguk ini apa-apaan selalu tak lelap tidur asbab rasanya sudah menyulur

Titip rindu pada bulan,

Apakah akan sampai salam ini? Lantaran pungguk tak pernah belajar berapa lama evolusi bulan atau bagaimana orbit garis edar bulan.

Yang ia tahu:

Bulan ada di atas sana. Tersenyum. Manis sekali diaduk gulita malam.
Entah senyum untuk siapa.



(Titip Rindu Pada Bulan-B.E.J)

Selasa, 18 November 2014

Konpeito

Untuk Nona senyum beku yang (semoga) segera melumer...

Kau tahu, Nona?

Masalah itu hanyalah pengulangan dari jemu kebaikan. Kau akan terkungkung selamanya jika kau mengulangnya selalu dan selalu. Barangkali, sekali saja kau boleh mencoba berangkat agak siang saat jalanan mulai lengang dan matahari sedikit lebih terik dari sinar biasanya di jam tanganmu. Bisa jadi, kemurtadanmu dari taat jadwal setiap hari akan membawamu pada kelegaan yang lebih plong.

 Ini bukan masalahmu atau dia, apalagi tentang aku. Ini hanya masalah pengulangan, Nona. Sebab kau selalu menghindar saat hidupmu yang serba sistematis itu mulai melenceng. Padahal, di situlah seni hidup dimulai. 

Sebentar, Nona. Coba selami lagi apa yang selama ini kau khawatirkan? Atau sebenarnya tidak ada rasa khawatir, kau hanya tidak mau mengambil risiko kecewa dan mengecewakan. Karena selama ini kau anggap mereka menganggapmu sebagai jantung hati. Itulah, mengapa hidupmu tak lain hanya sebuah beban. Menyandarkan sesuatu yang memberatkan langkahmu sendiri.

Nona, sampai kapan kau akan gamang meninju congkak waktu? 

Minggu, 16 November 2014

Hai, Kapten!

Belakangan hari ini, mungkin Tuhan sengaja mengirimkan armadanya untuk menularkan banyak kebaikan padaku. Semangat para novelis muda itu seakan menyengat kuat pada sekujur syarafku sehingga sepulang dari menemui mereka, aku jadi begitu bersemangat kembali bermesraan dengan apa yang harus kuselesaikan. 

Hai, Kapten!
Rupanya waktu tak berhasil mengaburkan rindu. Hanya hendak menyapa dalam belantara semu. Semoga kau bahagia selalu. 


B.E.J

7 Points of Synopsis

Ada jasa penulisan sinopsis gak sih, Mbak Ai?”

            Demi apapun! Ini sudah kali keempat saya revisi sinopsis novel sendiri. Sedikit putus asa memang, sampai tercetus pertanyaan di atas. Bagaimana bisa saya menulis berlembar-lembar halaman karangan sendiri saja bisa tetapi meringkasnya dalam maksimal tiga halaman saja kocar-kacir. Ckckck...

       Hari itu saya seharian penuh mengekor sang mentor untuk menemaninya menyelesaikan beberapa urusan. Kami menandaskan satu hari bersama dan bagian yang paling saya gemari adalah pembantaian sinopsis yang lima jam saya tulis. Bayangkan saja untuk menulis sinopsis 3 halaman saya membutuhkan lima jam, sedang untuk menulis cerpen 8-12 halaman saya bisa menghabiskan tiga jam saja. Rupanya ini yang sering mentor saya sebut penyakit novelis. Saat penulis sudah biasa menulis panjang, pasti suatu waktu ia akan kesulitan untuk menulis karangan pendek. 

          Yang perlu dipahami, sinopsis di sini bukanlah cuplikan cerita yang ada di belakang cover buku. Sebab serinngkali kita salah menyebutnya sebagai sinopsis, padahal itu blurb. Blurb ditulis oleh pihak penerbitan dengan bahasa yang menarik dan menimbulkan penasaran calon pembacanya bertujuan untuk promosi. Sedangkan sinopsis adalah ringkasan cerita dari naskah novel atau karangan kita yang penulis buat ditujukan untuk mempromosikannya pada editor atau rumah produksi. 

            Alhasil malam ini bagaimana pun, dengan sekuat tenaga saya menyingsingkan lengan untuk membenahi sinopsis yang harus diselesaikan ini. Sebab sinopsislah yang menjadi salah satu faktor lolos tidaknya naskah kita dalam seleksi editor penerbitan atau rumah produksi. Semakin menarik sinopsis yang kita buat, semakin mudah kita menembus penerbitan. Sebaliknya jika sinopsis dianggap kurang mampu memikat editor, maka sebaik apapun naskah eksekusi kita tidak akan lolos penerbitan.

            Setidaknya ada 7 komponen yang mentor wejangkan untuk mempermudah menyusun sinopsis yang sering dikoarkan sebagai pemikat editor sebuah penerbitan:

Pertama, Siapa tokoh utama cerita? Agar menarik, kita bisa menambahkan sedikit karakter dari si tokoh utama. Mulai dari parasnya, cara ia berjalan atau cara ia bersikap, sehingga saat kita membicarakan si tokoh utama, maka akan terbangun karakter dari tokoh utama.

Sebagai contohnya, dalam fanfic The Invention of Hugo Cabret – Brian Selznick.

Tokoh Hugo, anak kecil yang berusia 12 tahun, memiliki rambut ikal, mata berbinar, suka mencuri makanan, dan sangat ahli dalam memperbaiki dan merawat mesin-mesin terutama jam dinding di stasiun kereta api di kota Paris. (The Invention of Hugo Cabret – Brian Selznick).

            Kedua, Apa yang dihadapi oleh tokoh utama? Atau apa keinginan, masalah yang dihadapi oleh tokoh utama? Terkadang masalah atau keinginan yang dialami oleh si tokoh utama sangat sederhana saja, mungkin bisa karena permasalahan percaya diri karena memiliki tubuh yang pendek (dalam cerita remaja) atau masalah-masalah yang rumit lainnya. Sinopsis yang baik harus mampu menghadirkan premis ini, dan mampu menjawab apa masalah yang dihadapi si tokoh utama.

            Sebagai contoh masalah yang dihadapi oleh tokoh Humbert Humbert dalam Lolita, sebuah novel Vladimir Nabokov berceritakan tentang Humbert seorang professor yang terobsesi pada gadis remaja yang bernama Dolores Haze- sang Lolita, gadis remaja yang mengingatkannya pada kekasih di masa ia remaja, yang bernama Annabelle.

            Ketiga, Siapa yang menghalangi si tokoh utama dalam menyelesaikan masalahnya atau mencapai keinginannya? Dalam sebuah sinopsis juga harus menyelipkan seorang tokoh antagonis yang berhadapan langsung dengan si tokoh utama. Tokoh antagonis ini tak selalu harus menjadi musuh utama seperti dalam film action, tapi seseorang yang menghalangi tujuan atau keinginan dari si tokoh utama pun bisa dikatakan seorang tokoh antagonis. Tanpa adanya si tokoh antagonis ini sinopsis akan terasa datar-datar saja.

            Contohnya bisa dilihat dalam Film The Vow, sebuah film besutan dari sutradara Michael Sucsy, bagaimana peran orang tua Paige untuk memisahkan Paige yang sudah menikah dengan Leo.

            Keempat, Bagaimana si tokoh utama mencapai keinginannya, atau menyelesaikan masalahnya. Ini merupakan point penting dalam sebuah sinopsis, jika dipaparkan dengan cara yang unik, bisa dipastikan akan menarik untuk dibaca.

            Misal saja, tokoh Humbert (Lolita, Vladimir Nabokov) agar bisa mendekati Lolita, maka ia menikah dengan Ibu Lolita, begitu ibu dari gadis itu meninggal dunia, maka ia bisa leluasa membawa Lolita jalan-jalan mengelilingi Amerika Serikat selayaknya sepasang kekasih.

            Kelima, bagaimana perubahan dari si tokoh utama dalam menyelesaikan masalahnya? Bagian ini bisa ditampilkan sedikit atau secara umum saja dalam sebuah sinopsis, bagaimana proses jatuh bangun si tokoh utama, sehingga mampu menciptakan dramatisasi yang sangat menarik dan membuat editor penasaran.

            Keenam, Apa pesan yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita? Dalam hal ini bisa disisipi dalam sebuah sinopsis, menurut saya sebuah cerita ada baiknya memiliki misi dan pesan bagi pembacanya, begitu juga perlu menghadirkan pesan dalam sebuah sinopsis, bukan harus pesan tertulis seperti dalam teks book, namun pesan tersebut berbaur dalam alur cerita dalam sinopsis cerita.

            Ketujuh, Bagaimana gaya penulisan dan cara tutur penulis. Ini menjadi point terakhir, akan berjalan seiring waktu ketika penulis sudah memulai menulis cerita dalam sinopsisnya. (Aida MA).”

            Saya kira beberapa poin di atas dapat diterapkan dengan mudah jika kita membuat skema terlebih dahulu. So, what are We waitin’ for? Yuk, segera susun sinopsismu dan pikat editor impianmu.  

            Enjoy Writing! 

16 November 2014

B.E.J

Kamis, 13 November 2014

Obrolan Tanah

Mengapa seseorang bisa puas dengan pilihan orang lain?

Mengapa seseorang justru tersiksa dengan pilihannya sendiri?


            Hingga menit ke-75 kami masih belum bisa memahami konflik apa yang menjadi premis awal film yang layarnya tergeber di hadapan kami. Sungguh film remaja yang kami tonton malam ini memiliki persoalan klise layakanya kisah percintaan yang banyak disuguhkan di film maupun novel teenlit.

            Selepas hujan turun sore ini, saya memang berniat mengajak hang out Tanah. Sebab ia sedang ingin merasakan hawa yang berbeda di rotasi dua dasawarsanya yang jatuh kemarin. Namanya memang bukan Tanah, tapi sejak awal pertama kali kami berkenalan saya sudah menganggapnya seperti stabilizer. Bahkan saat itu kami berdua sama-sama belum mengenal teman lain.

             Tanah adalah jelmaan sungai yang sama-sama memberi kedamaian tersendiri jika berada di dekatnya. Tanah selalu bisa menumbuhkan tunas saat angin membawa terbang benih. Tanah senantiasa setia menyerap air saat ia kalut dan menangis. Tanah tak pernah gagal memadamkan bara jika ia mulai terbakar. Mungkin inilah juga yang terlihat di mata orang-orang itu, hingga ia dipercaya untuk menebar potensi manfaatnya bagi elemen lain.

 Ringkasnya, gadis itu kebalikan dari sifat saya yang seringkali membuncah dan tetiba bisa gundah dalam satu waktu. Tanah tidak, ia selalu tenang dan menunggu saat yang tepat untuk membenarkan argumen atau membuktikan kesalahan saya.

Kembali pada obrolan Tanah. Hari ini menjadi hari yang berkualitas untk kami. Lantaran sejak kami tidak lagi tinggal di satu atap, waktu bertemu dan bertukar kisah kami hanya dalam durasi jam kampus. Amat singkat. Karena selepas jam kelas berakhir, kami pasti langsung melalang ke tujuan masing-masing.

Lipatan kantung matanya yang bertambah dua lampir jelas menandakan bahwa Tanah kurang tidur akhir-akhir ini. Ia pun berkata bahwa banyak yang harus ia kerjakan dalam waktu dekat. Saya mengangguk, membenarkan perkataannya sebab kami berada di posisi yang sama meski beda kesibukan.

Namun, berbeda dengan saya. Tanah agaknya kurang menikmati apa yang ia perjuangkan belakangan itu. Ia sendiri masih ragu. Apakah yang ia jalani saat ini benar-benar akan membuatnya bahagia dan merdeka? Apakah setelah ini ada jaminan bahwa pilihannya tak akan membuat kecewa?

Ah, Tanah... tak ada jaminan pasti dalam kehidupan yang serba fana ini. Biarkan saja kita mencicipi semuanya. Biar kita tahu apa rasa asam, manis, pedas, getir, dan tawarnya kehidupan. Semua rasa itu adalah kamuflase dari pelajaran hidup.

Kami masih berbincang tentang konflik apa yang dipermasalahkan oleh tokoh di hadapan kami sampai akhirnya kami paham. Bahwa menentukan sebuah pilihan dan menuruti garis takdir itu bertentangan. Itu menurut film yang kami tonton.

Senin, 10 November 2014

(from) Nothing Becomes Lasting


            Masih ditemani dengan botol air minum setinggi 30 cm, saya berusaha menetralisir zat-zat makanan yang masuk pencernaan malam ini. Belakangan hari ini perut saya dijejali bermacam-macam makanan. Mulai dari makanan yang seringan kapas hingga makanan yang seberat beton. Hahaha.

            Ungkapan yang sedikit berlebihan memang, tapi begitulah adanya. Beberapa hari ini saya merasa sangat bersemangat apalagi dengan kehadiran tim yang baru saja kami bentuk. Beranggotakan enam orang, kami para calon novelis membentuk tim kecil sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan organisasi agar dapat naik jenjang.

            Bagi saya pribadi, kehadiran tim ini memberi warna baru dalam hari-hari saya. Kami berenam yang terkomposisi dari dua lelaki dan empat perempuan bukan hanya berdiskusi soal naskah yang harus kami selesaikan, kami juga merancang bagaimana agar kami berenam bisa menerbitkan semua naskah kami dengan bantuan manajer dan pihak sponsor.

            Kami juga melakukan brainstorming serta banyak mendiskusikan bagaimana baiknya naskah dan kemaslahatan tim ini. Sebab kebijakan dari para senior, jika salah satu anggota tim kami tidak berhasil mencapai target akhir yakni, menghasilkan novel hingga terlihat wujudnya maka, kami satu tim akan gagal untuk dapat rekomendasi kenaikan jenjang.

            Beberapa kali pertemuan hingga tengah malam ditemani dengan diskusi renyah dan bervariasi cemilan dan makanan berat membuat kami sering lupa waktu. Jika saja, tidak ingat ada anak istri  papi mami pakde bude paklik bulik atau kakek nenek di rumah, pasti para anggota tim ini betah berlama-lama ngetem di rumah saya yang telah dideklarasikan menjadi basecamp darurat.

            Ya, kami beri nama tim ini NoBeL: (from) Nothing Becomes Lasting. Sebab hakikat kami menulis adalah mengabadikan sesuatu yang tak berwujud (tidak ada) menjadi sesuatu yang nyata hingga dapat dinikmati tanpa masa (abadi).

Senin, 03 November 2014

Jagakan Dia Untukku

Jika tidak melangkah maju dengan keyakinan. Maka lepaskanlah dengan penuh keikhlasan.
Cinta itu tidak mengenal kata “Menunggu”


Kalimat di atas adalah kalimat sakti yang selalu digaungkan oleh mentor saya kala ia mendapati saya mulai kacau dengan komitmen diri untuk menulis. Awal tercetusnya kalimat ini adalah beberapa bulan yang lalu, saat kami berdua bercanda sepulang dari Pejanten Village pasca acara bedah buku komunitas ibu-ibu penulis produktif yang di dalamnya terdapat mentor saya juga. Saat itu saya dan seorang kawan dipaksa datang karena hendak ia kenalkan dengan rekan-rekan penulisnya.

            Selepas acara tersebut kami berdua banyak mengobrolkan tentang seorang lelaki yang mendekati mentor. Ia bilang sangat iba melihat lelaki yang sulit menerima statusnya sebagai istri orang lain. Padahal, sang mentor pun tak ada hati dengan lelaki tersebut. Obrolan kami berlanjut via pesan pribadi. Entah mengapa, sejak pertama kali mengenal wanita berdarah Aceh ini, saya langsung merasa memiliki sahabat sekaligus kakak. Dan benar saja, semakin kemari ia bukan saja sebagai mentor di kelas peminatan yang saya ambil tetapi juga teman curhat dan kakak pembimbing.

            Hingga satu hari, saya, seorang kawan, dan mentor memutuskan untuk fokus membedah unsur intrinsik naskah novel kami. Kami bertiga makan malam di sebuah kedai dan obrolan kami merembet mencipta banyak sulur. Salah satunya adalah: cinta.

***

Minggu, 02 November 2014

Tanyakan Jawaban

Sebelumku terpejam
Lampu tampak termaram
Kerinduan yang datang
Usik jiwa yang tenang


Hidup terlalu singkat untuk tak berbuat
Hidup terlalu indah untuk tak berubah


Mataku pun terbuka
Dan jiwa pun bicara


Hidup terlalu singkat untuk tak berbuat
Hidup terlalu indah untuk tak berubah


Yang kusebut Sayang kau tak menghilang
Ketika sedang sepi
Yang kusebut Sayang mengisi ruang
Hati yang sedang sunyi


Kerinduan yang datang
Susah tuk dielakkan


Hidup terlalu singkat untuk tak berbuat
Hidup terlalu indah untuk tak berubah


Yang kusebut Sayang kau tak menghilang
Ketika sedang sepi
Yang kusebut Sayang mengisi ruang
Hati yang sedang sunyi


(Yang Kusebut Sayang-Letto)


***
Ini hari kedua setelah bersua dengannya. Tak ada yang salah, bahkan tidak pantas menyandarkan kesalahan pada sebuah kata: menunggu. Ritme tidur saya jadi tak beraturan. Entah, efek tidur terlalu awal atau mengingat-ingat wejangan sahabatnya tadi pagi. Setelah membuka kotak email malam ini, saya jadi sadar (mungkin agak terlambat). 

Sabtu, 01 November 2014

Engkau Selalu

Lalu kami pulang dalam beku bisu
Meski buncah rindu merah meruah dalam kalbu

Apa daya? Kelu

"Sungguh, jika raga tak mampu merengkuhmu
Hanya doa yang sanggup memelukmu."

Sayang, dahsyat nian inginku lari ke dekapmu
Maka biarlah, waktu yang memusarkan rindu ini tanpa tapi

Biar tetap kugaungkan kata sayang, engkau selalu. 


(Engkau Selalu-B.E.J)