Antologi cerpen terbaru yang saya tulis bersama teman-teman tim NOBEL |
Sudah sejak lama saya diminta untuk
posting tentang tips menulis dan jawabannya selalu sama, saya geleng-geleng
kepala. Bukan tidak mau, tapi saya bingung harus menulis tips yang bagaimana
sebab saya menulis ya tinggal menulis saja. Hehe. Terlebih setelah buku
antologi cerpen kedua saya lahir “NOBELISTA”, saya dipaksa memberi tips tentang
bagaimana sih, Mbak cara nulis cerpen yang bagus? Wih, saya
sendiri juga belum bisa kalau menulis cerpen yang bagus tapi, bolehlah kali ini
saya sedikit berbagi dan mulai memetakan proses bagaimana cara menulis cerita
pendek dengan mudah. Semoga bisa sedikit membantu.
1. Tulis Ide
Tiap kali ada ide yang terlintas di benak Anda, pastikan ide itu tertangkap dan tidak kabur lagi sebab seringkali ide-ide yang luar biasa kita anggap biasa saja dan tidak dicatat. Akhirnya, ketika disuruh atau ingin menulis cerita pendek kita malah kebingungan dan beralasan: nggak ada ide! Guys, itu alasan klise. Udah nggak zaman habis ide sekarang ini.
Coba tengok kang Yanusa Nugraha yang
menulis cerpen Salawat Dedaunan yang pernah dimuat di Kompas, bisa jadi dia
mendapat ide ketika melihat daun-daun yang jatuh berserakan. Intinya, apapun
ide yang terlintas di pikiran Anda, tulislah! Jangan biarkan ide itu terbang
dan hilang diterpa angin.
“If you wait for inspiration to write,
you are not witer, you are waiter! ”- Dan Poynte. Jika Anda terus menerus
menunggu ide datang maka Anda bukanlah seorang penulis, tetapi seorang pelayan.
2. Bangun Konflik dan Penyelesaian
Setelah ide tertangkap, pasti kita akan mulai merancang bagaimana cerpen ini ke depannya. Di sinilah pentingnya mulai membangun konflik. Bayangkan saja, sebuah cerita tidak memiliki konflik pasti akan terasa sangat hambar. Bagaikan sayur asam tanpa asam, atau cah kangkung tanpa bumbu, pastilah mengurangi cita rasa. Begitu pula dalam cerpen, seseorang akan merasa penasaran dan ingin menghabiskan berbaris-baris kalimat cerita Anda jika konflik yang dibangun menarik. Pertanyaannya sekarang, bagaimana membangun konflik yang menarik? Pada dasarnya konflik diuangun dari kausalitas atau sebab akibat. Jika A maka, B. Tidak akan ada konflik jika tidak memiliki sebab.
Cerpen saya berjudul "Kampret"
misalnya menceritakan konflik batin seorang pemuda yang akan memperkenalkan
diri ke keluarga kekasihnya namun, ia merasa minder disebabkan oleh keadaannya
yang miskin, yatim piatu, dan konflik terbesar yang membuatnya gamang adalah
dia ragu apakah akan memperkenalkan diri pada orangtua sang kekasih dengan
menyebutkan namanya yakni, Kampret, sebuah kata yang dirasa amat kasar dan
tidak sopan sebab sering digunakan untuk mencemooh. Di sisi lain, ia tidak
ingin merubah namanya bagaimanapun keadaannya, karena nama itu pemberian
mendiang ibunya. Sebuah nama yang memiliki filosofi kuat.
Nah, konflik tidak selamanya terjadi
antara satu orang dengan orang lainnya. Bisa jadi, konflik hanya terjadi antar
tokoh dengan batinnya sendiri. Jika konflik telah dibangun, maka sudah tugas
kita sebagai penulis untuk memberikan penyelesaian yang baik. Entah cerita ini
akan selesai dengan akhir yang bahagia, akhir yang sedih, atau akhir yang
menggantung.
3. Miliki Tokoh yang Unik
Penting sekali dalam membuat karakter tokoh yang unik, sebab tokoh ibarat jelmaan penulis dalam menyampaikan pesan dari cerita yang ia tulis. Saya amat terkesan dengan tokoh cerpen eyang Sapardi Djoko Damono yang berjudul "Rumah-rumah". Di dalam cerpen tersebut yang menjadi tokoh adalah rumah-rumah. Antara satu rumah dengan rumah lainnya memiliki pandangan tersendiri terhadap dirinya dan penghuninya, pun tokoh rumah-rumah itu juga saling menilai antara satu rumah dengan rumah yang lain.
Barangkali selama ini kita hanya
menganggap manusia sebagai tokoh dalam cerita, namun rupanya hewab, tumbuhan,
dan benda mati pun juga bisa dijadikan tokoh yang unik. Semakin unik tokoh
dalam sebuah cerita, semakin membekas cerita tersebut dalam benak pembaca.
4. Menentukan PoV (Point of View)
Ada yang sering bingung kalau mau menulis?
Bagusnya tulisanku ini pakai sudut pandang pertama atau ketiga ya? Writers...
sebenarnya menggunakan sudut pandang atau point of view pertama atau
ketiga itu tidak jauh berbeda. Hanya saja, PoV pertama akan memberikan kesan
mendalam dan dekat dengan pembaca lantaran pembaca seolah-olah menjadi tokoh “Aku”
dalam cerita Anda, sedangkan PoV ketiga lebih membuat penulis bebas dalam
menuliskan apapun yang ia tahu karena sudut padang “Dia” bebas mengetahui
segala hal dalam cerita.
Jadi setiap PoV memiliki kelebihan,
tinggal bagaimana kita nyaman membawakan cerita yang akan kita tulis. Jika kita
lebih nyaman menggunakan “aku, saya, dan kata ganti orang pertama lainnya” maka
silakan pakai PoV pertama, namun jika kita merasa lebih leluasa jika
menceritakan menggunakan “dia, lelaki itu, gadis itu, dan nama orang lainnya”
maka kita bisa mencoba menggunakan PoV ketiga.
Yakin deh, kalau Anda sudah punya 4 unsur
di atas maka tidak akan sulit menulis cerita pendek. Selamat mencoba, selamat
menulis.
Ciputat, 26 Maret 2015
Sembari menunggu hujan reda pagi ini,
Belda E. Janitra
Asyiikkk
BalasHapus