" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Selasa, 29 Maret 2016

Dinding

Suatu hari saya merenung, sebenarnya manusia tak lain seperti sebuah dinding. Awalnya tiada lalu dibangun sedikit demi sedikit dari balok-balok batu bata. Direkatkan dengan semen. Tegak. Diperhalus lagi. Dicat dasar barulah diberi cat warna. Tua. Dinding kusam. Berjamur. Mulai keropos. Rapuh. Lalu, ambruk.

Sama seperti manusia, awalnya tak ada. Lalu Sang Pencipta jadikan kita ada. Tak serta merta ada tetapi melalui proses panjang dan luar biasa. Dari nutfah menjadi janin. Lalu lahirlah bayi dari kandungan wanita istimewa bernama ibu. Bayi tumbuh menjadi anak. Tegak. Sang anak beranjak menjadi remaja. Remaja telah berubah menjadi dewasa, lalu tua dan mulai sakit-sakitan dan ambruk.

Bedanya, dinding menjadi saksi bisu manusia yang menahan kesakitan di malam hari, yang pilu sendiri, yang bahagia bersama, dan yang meringkuk di sela ketiak pojok miliknya.

Lalu saya kembali terhenyak, manusia dan dinding pun punya satu kesamaan yakni, meskipun sama-sama berproses untuk menjadi tegak. Manusia dan dinding tak pernah tahu kapan saatnya ambruk tanpa perlu menjadi renta.

(B.E.J/Kp.Bulak, 29.03.16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar