Part
I
“Tujuh
belas Agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia….”
Yap
tepat sekali! Saya masih berada di bumi khatulistiwa, pelukan hangat ibu
pertiwi –Indonesia yang hari ini telah tepat bergelar mahkota angka 67. Usia 67
tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk berkiprah menjadi sebuah Negara yang
bebas, merdeka dan berdaulat di mata banyak Negara di seluruh dunia. Bagi saya
peringatan proklamasi Indonesia kali ini memberikan arti yang sedikit berbeda
dengan peringatan proklamasi pada tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana tidak?
Tahun ini saya tidak bisa mengikuti upacara bendera di sekolah karena kebijakan
sekolah saya yang meliburkan seluruh siswanya mulai tanggal 12 Agustus kemarin.
Jadilah saya hanya bisa menghibur hati melihat sang Saka berkibar dengan
gagahnya di istana merdeka-Jakarta dari layar 21 inch buah karya siaran
langsung sebuah stasiun televisi.
Perayaan
yang sangat memukau terlihat dari persiapan detik-detik pengibaran, pengamanan
para tamu undangan yang ketat, hingga sajian hiburan orchestra yang sangat
keren sekali menurut saya. Mungkin ini karena efek saya lama sekali tidak
melihat siaran live pengibaran merah putih di tv. Atau memang semua komponen
yang tersedia disitu adalah komponen-komponen pilihan telah disaring melalui
penyaringan yang cukup ketat.
Sekitar
pukul sepuluh siang, upacara di istana yang dianggap termegah di tanah air ini
dimulai. Sempat saya ikut merasakan sensasi yang ada disana, diam-diam saya
jadi deredekan. Hampir semua anggota
instansi dan lembaga terlihat hadir dalam acara peringatan setahun sekali ini.
Seragam yang mereka kenakan pun berbeda-beda, ada yang seragam merah putih
dengan berbagai pangkat yang menempel, ada pula biru putih dengan senjata siap
di lengan bahkan kebanyakan bapak-bapak
mengenakan setelan jas hitam dan kemeja putih dengan pemanis dasi merah dan
ibu-ibu juga tak mau kalah dengan kebaya berwarna merah-putih modern hasil
modifikasi desainer ternama, tampak pula utusan kedutaan dari beberapa Negara
mengenakan pakaian khas mereka, oh ya saya ingat! Ada pula tim choir orchestra yang
mengenakan pakaian adat dari Sabang hingga Merauke,yang jelas melihat beragam
kostum pagi ini semboyan ‘Bhineka Tunggal
Ika’ memang sangat manjur untuk diterapkan.
Pembukaan
upacara berlangsung lancar, mulai dari pembacaan teks proklamasi hingga doa.
Namun tiba saatnya syaraf adrenalin saya berpacu kembali yakni saat pasukan
paskibraka keluar dari tempat persembunyian mereka. Berjalan dengan tegap,
anggun dan gagah, bersahaja, dan tetap hangat karena senyum yang mereka
pancarkan ke seluruh para undangan yang hadir dan berhasil tertangkap oleh
kamera milik stasiun-stasiun televise. Menurut reporter yang melaporkan berita
ini, persaingan untuk mendapatkan seragam putih-putih agar dapat menjadi
pengibar duplikat bendera pusaka ini sangatlah berat. Mereka harus bersaing
antar sekolah SMA kemudian kecamatan dilanjutkan kota atau kabupaten dan
akhirnya provinsi, dari satu provinsi inilah terpilihlah sepasang pasukan yang
akan ditempa agar bisa mengemban tugas mereka yang cukup berat itu. Tentu saja
syarat lainnya juga berlaku seperti mereka memiliki prestasi akademik yang
baik, memiliki akhlak yang mulia, fisik yang kuat dan beberapa syarat berentet
lainnya. Yang jelas, hadirnya mereka di layar kaca hari ini mampu membuat
banyak orang tersenyum bangga, mulai dari orangtua, guru, dan kerabat dekat.
Jarum
jam menggeser posisinya menjadi 10:40 saat seorang gadis cantik dengan senyum
tersimpul di wajahnya membawa sebuah baki dengan alas kain kuning emas dan
terjahit seekor garuda gagah diujung kain tersebut, menaiki satu persatu tangga
merah untuk menerima duplikat kain merah putih yang penuh arti bagi negeri ini.
Adalah Mega Ayundya yang sekarang telah berhasil mengemban amanah untuk membawa
duplikat sang saka menuju tiang bendera istana Negara ini. Gelagat was-was
tergurat jelas di wajahnya saat menuruni anak tangga merah itu sat persatu
dengan posisi tubuh tetap tegap menghadap bapak presiden dan seluruh jajaran
staf kepemimpinan.saya pun ikut was-was, takut kalau tiba-tiba ia terpeleset
atau terjungkal.
Bersyukur
sekali ternyata Mega sehat wal afiat hingga ia bisa menyerahkan bendera
tersebut kepada Tresna Gumilar yang
kemudian akan dibentangkan oleh sang pembentang yang kebetulan hari ini juga
berulangtahun tepat ke tujuh belas tahun yakni Revan Fredo. Seorang pelajar
dari Papua ini terlihat begitu gagah dengan balutan busana putih dan peci hitam
yang menutupi kepalanya. Waktu terus memberontak dan matahari terus menyingsing
membakar seluruh peserta upacara yang hadir, setelah teriakan lantang yang
berasal dari tenggorokan Revan “Bendera Siap!” diikuti dengan sikap hormat
seluruh peserta upacara dan mungkin sebagian pemirsa yang terbawa suasana saat
itu, seperti saya. Dan kali ini giliran Fajrika, sang pengerek bendera untuk
berusaha mengibarkan lambang kemerdekaan bangsa ini agar mengudara diangkasa
dan disaksikan oleh seluruh jiwa yang haus akan rasa nasionalisme hari ini.
Alunan musik pengiring berupa terompet, drum,
dan beberapa alat musik lainnya yang sering digunakan untuk marcing band membahana, berpacu melawan
suara klakson kendaraan di ibukota metropolitan tersebut, mengisyaratkan satu
lagu bersejarah ciptaan Wage Rudlof
Supratman, Indonesia Raya.
Alhasil, puji syukur tercurah atas karunia Tuhan semesta alam, Allah SWT yang
masih membiarkan dua warna penuh arti itu dapat menghiasi langit yang teduh
akan birunya. Tetaplah berkibar merah putih kami! Tugas pasukan merah pun bisa
dianggap selesai, tinggal sore harinya pasukan putih bertugas menurunkan dan mengamankan
kembali duplikat sang saka agar dapat disimpan aman di Museum Rekor Indonesia.
Tibalah
saatnya TNI AU bertugas untuk unjuk kebolehan mereka, dengan atraksi mengudara
membentuk formasi double V
menggunakan pesawat F-16 dan pesawat Sukhoi TNI-AU. Entahlah, apakah pesawat
ini adalah pesawat dengan jenis yang sama yang sempat menyorot perhatian
masyarakat karena jatuh di gunung Salak, atau mungkin hanya namanya saja yang
kebetulan sama? Entahlah. Yang jelas atraksi pesawat tempur dibarengi suara
sirine dan lonceng-lonceng gereja serta bedug-bedug masjid yang dipukul
sebanyak tujuh belas kali itu cukup
menyedot perhatian semua mata pagi ini.
Sebuah
prestasi tersendiri ketika seorang anak lelaki SD bernama Brian Putra Simamatra
menyanyikan lagu ciptaan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berjudul Bersatu dan Maju lagu yang baru pertama
kali dirilis saat sea games di
Palembang kemarin. Brian yang pagi ini mengenakan pakaian adat Bali nampak lucu
dengan wajah khas kekanakannya. Bernyanyi dengan suara tinggi membuat semua
undangan yang hadir takjub akan bakat yang ia miliki. Sesekali saat kamera
mengarah pada posisi bapak SBY, terlihat sekali senyuman bangga beliau melihat
anak sekecil itu mampu membawakan performance
yang luar biasa untuk sebuah lagu yang juga memiliki makna yang luar biasa
pula.
Belum
selesai sampai disitu, nampaknya kebahagiaan rakyat Indonesia kali ini juga cukup
terwakili dengan senyuman yang merekah dari para choir orchestra Gita Bahana Nusantara yang menyanyikan lagu medley
nusantara. Lagu daerah yang dinyanyikan diharapkan akan menumbuhkan rasa cinta
akan budaya daerah yang akan membentuk satu kesatuan rasa, yakni nasionalisme
begitu kata reporter di televisi tadi pagi. Lagu pertama yang dinyanyikan
adalah lagu daerah Sumatra Utara, Sing
Sing So. Kemudian lagu ceria dari provinsi Jawa Barat yakni Manuk Dadali. Dan siapa pula yang tidak
kenal dengan lagu yang termasyhur ini dari Jawa Tengah, Ilir-Ilir. Pada saat tim choir
menyanyikan Sapu Tangan Bapuncu Ampat lagu daerah asal Kalimantan ini mereka
memperagakan dengan sangat baik, wajah sumringah dengan tangan kanan
mengibas-ibaskan sapu tangan berwana-warni. Adapula lagu O Inani Keke asal Minahasa, Rasa
Sayange asal Maluku dan lagu daerah
terakhir yakni Waninggap asal
provinsi paling ujung Indonesia yakni Papua. Belum cukup dengan segudang
kekayaan budaya Indonesia di bidang seni musik dan suara tersebut sepertinya
semua ini memang patut disyukuri mendalam sehingga tercetuslah di benak
konduktor untuk mengakhiri penampilan kali ini dengan lagu Syukur buah karya H Muntahar. Semua lagu-lagu yang telah saya
sebutkan barusan diarasement dengan
sangat menarik dan apik. Perpaduan
alat musik modern seperti biola, piano, dll dengan alat musik tradisional
daerah seperti rebana, gendang tambun, dll.
Matahari
makin meninggi dan tibalah saatnya penutupan upacara pengibaran sang saka
Merah-Putih pada pagi setengah siang kali ini karena arloji saya telah
menunjukkan pukul sebelas lewat sepersekian menit. Semua reporter televisi
swasta mulai undur diri dari layar kaca para pemirsa agar kemudian acara tv
bisa digantikan dengan film dokumenter kemerdekaan, berita seputar arus mudik,
atau bahkan infotaiment. Dengan berakhirnya upacara pengibaran kali ini maka
berakhir pula tugas saya yang sok-sokan menjadi reporter amatir ini selesai.
Saya harus beralih profesi menyongsong rumah eyang saya. Hehehehe… Demikian
laporan langsung seputar upacara pengibaran bendera Merah Putih,saya Belda Eldrit
Janitra dan seluruh kru cameramen yang bertugas melaporkan langsung dari depan
layar kaca di rumah. Kembali ke studio masing-masing pembaca. Nantikan laporan
kami selanjutnya dalam beberapa saat kedepan. Hahahaha J
mbak mbak reporter, embak cantik deh :D *nyepik* haha
BalasHapushahaha...gebrekan benderanya pas itu kurang sip
BalasHapus