Hari
ini adalah akhir masa aktif liburan semester gasal saya, tak terasa dua minggu
terlewati begitu saja tanpa adanya sebuah pencapaian kecil yang berarti.
Sepertinya, saat orangtua saya menjemput sekaligus mengambil hasil rapor semester
satu masih tahun lalu, 2012. Dan setelah ini, saya kembali mengenakan seragam
putih abu-abu yang sebenarnya menjadi putih biru di sekolah saya tapi bukan
berarti saya siswi SMP! Hanya saja sekolah saya ini memang luar biasa, warna
abu-abu yang suram dijadikan lebih berwarna menjadi biru telur asin.
Bergelut
dengan waktu, ternyata sekarang sudah 2013. Cepat sekali ya? Wah, sepertinya di
sini berlaku teori relativitas waktu milik Einstein. “Di dunia ini ada dua
jenis waktu. Waktu mekanis dan waktu tubuh. Waktu yang pertama kaku, laksana
pendulum besi raksasa yang berayun maju-mudur. Waktu yang kedua
bergilang-geliut seperti ikan cucut di teluk. Waktu yang pertama tak dapat
ditolak, telah ditetapkan sebelumnya. Waktu yang kedua mengambil keputusan
sekehendak hati,” begitu kata Einstein.
Sedikit
menarik nafas panjang, untuk melonggarkan paru-paru rupanya mampu memutar
sedikit memori. Kertas seukuran folio yang menempel di dinding sebelah ranjang
telah tertulis dua puluh empat poin yang harus dicapai. Satu pun belum tercoret!
Seharusnya, liburan kali ini tiga perempat deadline awal sudah harus selesai.
Tapi, mengapa hanya empat noktah kecil dari editor mampu membuat kerja syaraf
otak imajinasi mampet. Naskah, akhirnya tertunda.
Mohon
maaf kepada seluruh pihak yang terlibat, saya sendiri juga tak ingin stuck seperti ini. Mungkin, setelah perang dengan
kertas-kertas ujian nasional baru saya cumbui kembali naskah bobrok itu. Mama
saya bilang, saat ini yang saya perlu hanya satu: FOKUS! Tak ada angin atau
hujan apapun yang bisa merusak daftar rencana seseorang jika ia fokus, di luar
campur tangan Tuhan. Tinggalkan sejenak yang kurang penting dan belum penting,
setelah semua simpul soal-soal try out dan ujian terurai baru korek
kembali hal-hal itu yang kemudian berstatus menjadi penting.
Oh
mama, apakah ini artinya saya harus meninggalkan hijaunya rerimbunan daun itu?
Menutup telinga agar tak mendengar kicauan burung Emprit kecil yang terbang
riang? Atau sekalian saja saya harus menutup pintu kamar rapat-rapat agar angin
tak datang membelai dan terik mentari tak menyilaukan pandangan mata seperti
saat melihatnya terbit dari sela bukit dan memantul anggun di Ranu Kumbolo?
Mama
bilang, “Bukan begitu, nak!”. Seseorang yang begitu mencintai suatu hal akan
merasa jenuh jika terus menerus melakukannya. Di sisi lain, kau harus belajar
menahan diri. Alam akan lebih memberimu penghormatan tertingginya jika kau
bertandang padanya bukan untuk berlari dari penatnya urusan hamba. Jika selama
ini yang kau lakukan adalah menjadikannya sebagai tempat pelarian, mama mohon
kali ini buatlah ia bangga dengan kabar gembira yang kau bawa nantinya selepas
semua selesai. Ingat nak, daun itu bukan hanya lembaran hijau, kuning, merah,
bahkan coklat yang hanya bergerak jika ia tertiup angin. Tapi ia, juga selalu
bertasbih akan kemahaan Tuhannya, ia juga bisa mendengar dan melihat setiap
perilaku manusia yang menyapanya, memetiknya, bahkan menginjaknya tanpa ampun. Begitu
pula, dengan burung-burung kecil yang pernah kau temui sebelumnya. Mereka akan
bersuka ria menyanyikan sebuah dendang indah, bukan hanya sekadar berkicau jika
kau datang tanpa beban nantinya. Demikian juga dengan sang Bagaskara dan Bayu.
Mereka akan menjadi sahabat terbaikmu nanti, melebihi kedekatanmu dengan mahluk
apapun saat ini.
“Ma,
lalu apa gunanya merubah poros roda jika kemarin telah tergelincir?”, tanya
saya sedikit tersedu. “Jika masa silam berakibat tak menentu pada masa kini,
tak usahlah terlalu merenungi masa lalu. Dan, jika masa kini hanya berakibat
kecil saja bagi masa depan, tak perlulah terlalu membebani tindakan saat ini.
Setiap tindakan adalah satu pulau dalam waktu, yang harus dinilai terpisah,”
Mama hanya menjawab pertanyaan saya dengan sebuah teori tersebut.
“Nak?”
Panggil Mama. “Iya, ma?”. Fokus! Itu yang menjadi kunci saat ini. Fokus yang
akan menjadi pena untuk mencoret ke duapuluh empat poin mimpimu yang telah lama
tertempel di sebelah ranjang.
B.E.J, 16:25
Hujan Sore Sidoarjo
mohon penjelasan maksud tentang Demikian juga dengan sang Bagaskara dan Bayu.:) aku gak ngerti maksudnya itu. itu kiasan utk apa?
BalasHapus"Demikian juga dengan sang Bagaskara dan Bayu. Mereka akan menjadi sahabat terbaikmu nanti, melebihi kedekatanmu dengan mahluk apapun saat ini"
BalasHapusBagaskara: Matahari
Bayu: Angin
Silakan diganti saja dengan kata yang sebenarnya, gak ada maksud kiasan itu hanya sinonimnya aja. :)
semoga mimpi ke ranukombolo dan sampai puncak mahmeru berhasil ya :D
BalasHapussalam lestari :)
Amin, semoga Hani Sora juga bisa sama-sama ke sana. :)
Hapus