" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Jumat, 01 Februari 2013

":" (Titik Dua)


I pray you'll be our eyes
And watch us where we go

Sebenarnya saat tuts keyboard ini saya aniaya hingga menghasilkan beberapa susunan kata yang dapat dibaca saat ini, saya masih bingung. “Apa yang saya lakukan saat ini?” kalimat itu yang menggantung di benak saya. Apakah saya akan meracuni otak banyak orang dengan doktrinan kata-kata yang saya sendiri belum yakini sepenuhnya? Ataukah saya akan tetap mengendapkan gagasan ringan ini hingga menyesak dan bergumul dalam dada seperti seonggok sampah yang menyumbat aliran sungai di ibukota negara?

Tidak-tidak, bukan itu maksud saya. Kali ini saya hanya ingin meluapkan sedikit kerinduan pada www.toplesmimpi.blogspot.com yang sudah sedikit ditumbuhi lumut di bagian tepi-tepi dan sudut ruang untuk  berkarya, berasa, dan berkarsa ini.




And help us to be wise
In times when we don't know
           
Dua tahun yang lalu saat masa orientasi siswa baru. Begitu bangganya saya berganti seragam menjadi putih abu-abu, yang sebernarnya putih-biru telur asin. Ah, tak masalah yang penting status di kartu tanda pelajar sekarang bukan lagi sebagai siswi Sekolah Menengah Pertama. Yap, selamat datang di Sekolah Menengah Atas! Banyak orang bilang, di masa inilah kisah yang sebenarnya sebagai pelajar baru akan dimulai. The unforgettable stories.

Tapi agaknya, harapan akan indahnya masa SMA tak kunjung dan takkan pernah terwujud. Pasalnya, saya tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di sekolah yang digembar-gemborkan dalam banyak teenlit itu. Saya siswi madrasah. Madrasah Aliyah. Bukan yang lain. “Itu sama produk, hanya beda merk saja!” celetuk seorang senior dulu. Mana bisa dibilang sama? Dilihat pilihan katanya saja sudah berbeda. Sekolah dan Madrasah. Meski, artinya sama yakni tempat untuk mencari ilmu namun pengambilan dari bahasanya saja sudah membuat bulu kuduk sedikit merinding. Tak percaya? Tunggu hingga bacaan ini selesai.

Let this be our pray
When we lose our way

Setahun awal rupanya cukup untuk masa adaptasi. Mulai percaya diri untuk mengeksplor kemampuan lebih dalam. Tahun kedua, mulai banyak hal yang terjadi. Rupanya, ini yang dikatakan merajut kisah. Terang dan redupnya a light of self pun sering terjadi. Hampir saingan dengan pemadaman listrik bergilir di kampung-kampung pinggiran. Banyak sekali yang terjadi dengan madrasahku. Harap maklum, jika tak bisa saya beberkan satu persatu. Berapa karakter jadinya corat-coret ini akan selesai jika hal itu saya lakukan?

Setiap tahun melihat pelepasan para senior rupanya mampu membangkitkan self convidence saya untuk bermimpi lebih jauh. Hal ini pun terwujud ketika tiba-tiba dalam sebuah pelatihan sang motivator meminta seluruh jamaah yang hadir menuliskan sebaris mimpinya. Seingat saya ada dua puluh baris kosong yang harus diisi.

          Sebuah cita-cita dengan tagline profesi keren dan bergengsi berhasil saya tuliskan kala itu. Yakin dengan obsesi besar saat itu, saya ajukan keinginan besar ini kepada orangtua. Ya, bagaimana pun orangtua harus tahu hal sepenting ini. Apalagi menyangkut cita-cita sang anak. Karena bagaimana pun merekalah orang pertama yang akan menangis atau tersenyum bangga melihat hasil perjuangan buah hatinya.

Sempat saya lihat mereka mengerutkan kening, urat-urat di dahi itu semakin tampak menonjol. Oh, tidak bisa saya bayangkan bagaimana kerasnya kehidupan hingga dapat mengguratkan garis-garis timbul seperti itu. “Baiklah, jika itu maumu! Kami mendukung sepenuh hati dengan doa,” ujar mereka kala itu.

Saya semakin mantap dengan langkah diri. Banyak kebiasaan yang saya ubah, mulai dari mengatur pola belajar, menyusun jadwal harian, hingga usaha untuk menaikkan prosentase nilai raport di tiap semesternya. Saya tahu, untuk menjadi dan memperoleh sesuatu yang besar harus dimulai dari langkah kecil yang akan berdampak besar. Dan cara-cara seperti inilah yang waktu itu saya yakini akan membawa dampak besar nantinya.

Efek dahsyat yang ditimbulkan dari obsesi yang terlalu besar yakni egois. Saya mulai tak pandang bulu. Tak toleh kanan-kiri. Tak peduli keadaan sekitar. Bahkan mungkin, jika Belanda dan Jepang kompak datang lagi untuk menjajah yang saya tahu orang-orang di sekitar saya telah banyak bergelimpangan tak bernyawa dan akhirnya tersadar sayalah bidikan terakhir. Dan kau tahu? Egois sangat erat sekali persahabatannya dengan kesombongan.

Satu hentakkan berhasil membuat saya mendongak. Bahasa boomingnya sekarang, seperti sabetan yang cetar membahana. Tuhan memaksa saya membuka mata untuk menyadari bahwa kesombongan adalah jubah agung yang hanya pantas Ia pakai. Bukan dipakai oleh seorang hamba, apalagi saya. Ck, bukannya sadar akan salah yang saya perbuat saya malah menyalahkan Tuhan.

Bukankah Ia yang melukiskan semua mimpi ini? Bahkan Ia juga kan yang telah menentukan garis takdir hingga kau bisa membaca postingan ini? Saya yakin, bahkan kaum Atheis pun menyadari akan kewenangan sang Pencipta yang satu ini, menuliskan garis takdir hambaNya. Hanya saja mereka belum menemukan titik terang tentang siapa dan dimana Ia bersemayam.  Padahal memang, “semua terjadi karena suatu alasan”. Jika ingin tahu kisah lengkap tentang quote tersebut luangkan sedikit waktu untuk googling tentang kisah Frank Slazak.  

Lead us to the place
Guide us with your grace
To a place where we'll be safe

Saya mulai kelimpungan menghadapi kenyataan. Apakah saya harus mempertahankan obsesi dan ego diri? Atau mungkin memang ini jalanTuhan mengingatkan hambaNya? Inti dari semuanya adalah tak selamanya obsesi besar akan membawa dampak besar bagi orang lain. Meski, hampir semua orang akan menjawab ini akan bermanfaat dan menularkan manfaat bagi orang lain nantinya. Ah, yang benar saja? Ego memang biasanya membutakan mata hati.

Hari itu sebuah peristiwa membuat saya benar-benar mempertanyakan arti kehadiran manusia untuk manusia lainnya. “Bukan hanya seonggok daging yang punya nama!” kutipan dari novel megabestseller 5 cm. Saya akhirnya paham itu, meski tak sepenuhnya. Jika boleh sedikit saya sarankan untuk berhenti menonton serial tv melas. Jika aku menjadi, tukar nasib, orang pinggiran, dll. Karena tak sepenuhnya itu benar, masih ada campur tangan tim redaksi untuk berskenario dengan para pemainnya.

Bagusnya serial ini memang bertujuan untuk menumbuhkan jiwa sosial masyarakat dan di sisi lain juga untuk menaikkan rating penayangan stasiun tersebut. Whatever! Yang jelas, jika kau ingin melihat kenyataan yang sebenarnya terjadi coba hentikan kesibukan konstanmu sejenak. Lupakan obsesi.Tinggalkan ego diri. Coba keluar dengan telanjang dari kesombongan yang memang bukan hak kita.

Lihat! Di depan pintu pagar sana ada anak lima tahun yang terpaksa ikut ibunya mengemis. Lalu, mari kita beranjak, ke perempatan jalan kota. Banyak sekali anak-anak, remaja, bahkan tua-renta yang berlomba mencari sesuap nasi orem garam. Endapkan dulu, jangan mengambil kesimpulan apapun!

La luce che tu hai
[I pray we'll find your light]
Nel cuore resterà
[And hold it in our hearts]     

Tiba di tahun ketiga masa madrasah saya ini. Pertanyaan tentang masa depan pun mulai menjadi hal yang serius, tak lagi main-main. Mau kemana setelah lepas seragam putih-biru telur asin ini? KUA kah? Kantor kah? Atau universitas?

Jika diurai satu persatu, KUA (Kantor Urusan Agama). Kantor ini biasanya mengurus segala hal yang berhubungan dengan urusan agama sesuai dengan namanya, termasuk menikahkan sepasang insan. “Ada apa dengan KUA?” Sepertinya akan menjadi sequel  film yang akan menembus box office internasional jika selepas dari madrasah ini saya melanjutkan ke sana. Hahaha J. Masih terlampau jauh.

Kantor? Ya, sebagian orang menyebutnya sebagai tempat bekerja. Nah, masalahnya sekarang kantor mana yang akan menerima pekerja/karyawan yang hanya punya ijazah SMA? Lulusan sarjana saja masih harus berebut ladang rezeki ini, bagaimana dengan lulusan SMA? It’ll be hard to do it!

Destinasi terakhir, universitas. Beberapa minggu terakhir ini, siswa-siswi tahun terakhir tingkatan sekolah menengah atas dan sejenisnya memang disibukkan dengan penggalauan pilihan empat jurusan di dua universitas berbeda dan seminggu yang lalu adalah verifikasi awal data nilai raport. Saya yakin sekali, jika sudah begini ceritanya ruang BK lebih laris dibandingkan kantin saat istirahat. J

Banyak kisah dari ruang BK. Yang jelas, semua serasa mengambang. Berjalan di atas udara. Menyingkronkan obsesi anak dan keinginan orangtua ternyata tak semudah memilih baju yang akan digunakan untuk apel malam minggu. Jika dulunya orangtua bilang, iya kami akan mendukungmu. Berbeda dengan keadaan saat ini. Perseteruan antar anak-orangtua bisa saja terjadi jika tidak menemukan titik temu yang pas untuk mengisi kolom SNMPTN 2013, yang tahun ini sistemnya memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak hanya satu dua teman saya yang menangis selepas bersitegang dengan orangtuanya. Namun juga ada orangtua yang mengancam tidak akan memberi uang jajan jika tetap bersikukuh dengan pilihan sang anak tersebut.  What a terrible situation! L
           
Become an overseas chancellor of Indonesia in 2030  Become an useful person as soon as possible! Akhirnya ego diri pun runtuh. Setelah banyak melihat kejadian sekitar dari pemandangan depan pagar rumah, perempatan jalan kota, bawah kolong jembatan dan tempat-tempat kumuh lainnya. Pikiran realistis pun semakin melekat kuat. Sekarang bukan saatnya mengutamakan ego diri dan bergengsi dengan pilihan masa depan yang belum tentu menjajikan. Bukan berarti, ini larangan untuk bermimpi. Tapi, sebelum terlambat cobalah merenung kembali sejenak. Sebelum segala sesuatunya terlambat dan patut disesali.

A ricordarci che
[When stars go out each night]
Eterna stella sei
Nella mia preghiera

[Let this be our prayer]
Quanta fede see'è
[When shadows fill our day] Celline Dion & Andre Bocelli-The Prayer

Coba pahami mengapa tanda titik dua ‘:’ diciptakan. Bukan semata-mata sebagai pelengkap tanda baca dan tanda pemisah yang berarti pembagian dalam mapel matematika. Tapi Tuhan menciptakan tanda titik dua agar manusia bisa lebih memahami hakikat hidupnya untuk manusia lain.

Tanda titik dua “:”, perumpamaan manusia yang takkan pernah bisa hidup sendiri bahkan ketika ia di hutan atau di ruang bebas elemen. Bagaimanapun keadaannya, manusia memiliki Tuhan yang selalu di atas untuk menaunginya dari segala kemungkaran. Tanda titik dua juga bisa diimplementasikan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang dituntut agar selalu bisa berbagi dengan mahluk lainnya.

Berbagi dan membagi, aturan itulah yang telah tertulis mutlak di bumi Allah ini. Jika kau tak ingin melakukannya, silakan cari semesta lain yang tak memiliki aturan indah ini! Dan yang terpenting adalah tanda titik dua “:” akan selalu menjadi pengingat kita bahwa nantinya semua mahluk akan kembali dan menjadi saklek sebagai satu titik “.”. Kembali ke alam abadi di mana gaji, pangkat, ketenaran, dan sanjungan tidak lagi ada artinya, kecuali satu arti yang akan mengubah segalanya. Ketika bagaimana kiprah hidup kita selama menjadi titik dua itu berarti bagi yang lain dipertimbangkan. J

B.E.J
23:40,1213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar