Hatimu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
Memiliki Kehilangan-Letto
Hai! Perkenalkan namaku Belda Eldrit Janitra. Orang-orang biasa panggil Belda. Tapi terserahlah kamu mau panggil apa. Toh, apalah arti sebuah nama. Iya kan?
Sempat jengah saat dengar ternyata kamu berpulang lebih dulu. Sayang sekali, kita belum sempat bertatap muka dan berjabat tangan untuk sekadar saling tahu. Padahal rotasi waktu saat itu hampir saja mempertemukan kita namun apa daya kesempatan memang tak mengizinkannya, hingga terbitlah sebuah postingan wisata tak terduga.
Aku memberanikan diri mengirim secarik kecil ini demi sebuah penghormatan tiada akhir pada sebuah mimpi sederhana dua karib anak manusia. Berharap ada satu malaikat mau singgah sebentar untuk membaca corat-coret ini dan semoga sampai di telingamu di alam yang mungkin sudah beda dimensi.
Mirzania bin Lutfi Basyaep. Namamu tergurat jelas di batu putih itu. Simbol yang mengingatkan bahwa semua komponen akan kembali padaNya. Dalam kasih sayangNya.
Aku hanya sanggup menunduk haru ketika karibmu banyak berkisah. Bagaimana perjuanganmu melawan ganasnya ia menggerogoti. Tak heran jika ia menghujani kisah ini dengan airmata. Sebelum sangat terlambat, aku akan ingatkan pada siapapun yang membaca postingan ini bahwa tulisan yang ada edisi kali ini memang super duper melow jadi jika kau tak tahan membacanya silakan beralih dan tinggalkan namun, jika kau ingin tahu bagaimana rasanya memiliki kehilangan silakan teruskan.
Bagaimana seorang sahabat bisa melukiskan mimpi-mimpi secara nyata disaat yang lain belum sempat memikirkannya. Tidak perlu muluk-muluk. "Aku hanya ingin berangkat dan pulang sekolah dengan mengayuh sepeda onthel kita bersama sambil tertawa membelah ruas jalan dengan pelepah batang bambu yang mengotorinya", tuturnya masih tak bisa menghentikan aliran air di tepi okulusnya. Itu mimpi sederhanamu. Ingin selalu dekat dan tahu bagaimana perasaannya setiap saat. Sedihkah? Bahagiakah? Atau biasa saja.
Seingatku, tak ada kekuatan yang lebih dahsyat untuk melangkah bersama selain sebuah kepercayaan seorang sahabat.
"Baguslah jika kau diterima di sekolah favorit itu!", senyummu mengembang saat ia beranikan diri membuka kedok bahwa namanya telah terdaftar di salah satu sekolah di luar kota.
"Lalu bagaimana denganmu?", ia berucap seakan-akan menghadirkanmu di hadapanku.
"Sudahlah, tak usah kau pikirkan aku! Jika memang itu yang terbaik bagimu-aku pun ikut senang!", senyummu tersungging manis di wajah blasteran warisan nenek moyangmu.
Haripun menggulung bulan kemudian menghempas tahun. Ia bercerita bahwa kau dalam keadaan tidak sehat. Sesuatu itu menggerogoti hatimu. Namun untuk membuatnya terdengar tak pernah tak mengerikan, kau hanya divonis typus dan anemia. Penyakit yang wajar diderita oleh gadis seaktif dan seperiang kamu, mengingat padatnya kegiatan untuk berbagai macam dedikasi.
Hingga saat ia pulang dan hampir tak mengenalimu. Sesuatu itu terlalu banyak merubah kau. Binar matamu lenyap, kecerewetan pun dipenjarakan, dan tubuhmu layaknya wayang kulit dalam sebuah pagelaran besar di Taman Krida. Tapi tenanglah, kau tetap gadis yang sama. Senyum manis itu masih tersungging meski tak sebebas dulu. Dan semangatmu masih membara seolah-olah tak peduli dengan apa yang menghujam di pusat indera perasaanmu itu. "Aku janji! Saat kau pulang lagi, aku akan berubah menjadi gadis gembrot yang akan memboncengmu lagi! Kau tak perlu sedih!", itu wejangan terakhirmu saat ia memboncengmu untuk mencari jus jambu merah kesukaanmu. Sungguh ia tak mengira bahwa kau akan memenuhi panggilanNya secepat mungkin. Jadilah beberapa hari, waktunya hanya diisi dengan lamunan dan tangis dalam diam.
"Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridaiNya" (Al Fajr:27-28)
Aku tenangkan dia dengan satu firman Tuhan yang mungkin sekarang jauh lebih dekat dengan orang berhati suci sepertimu. Itu juga yang pernah seseorang bacakan padaku saat aku kehilangan sahabat pertamaku. Saat itu aku baru berumur tujuh tahun, belum mengerti apa arti sahabat, apa arti kebersamaan, dan apa arti senyuman kehangatan. Namun yang aku ingat jelas saat dia pergi, aku benar-benar kehilangan suara yang biasa memanggil untuk menjemputku kemudian kami pergi mengaji ke langgar kampung bersama. Yang aku sadari saat tak ada lagi seseorang yang membuatku sebal saat ia mengajak bermain lompat tali kawan yang lain dan bukan aku. Kehilangan seseorang yang pernah bilang bahwa untuk masuk sekolah dasar harus memiliki gigi yang bagus dan tidak gigis. Yang menyebabkan aku merengek pada mama untuk mencabut masal empat gigi gigisku. Hahaha, itu dahsyatnya bujukan sahabat. Dan sekarang aku bisa mengartikan apa saja hal-hal kecil yang hilang itu yang menjadikan bangun ruang ini tidak sempurna. Kehilangan seseorang. Sahabat. Ya itulah arti kehilangan. Memang ia akan terasa jika kita pernah merasa memilikinya.
Dan sekarang, biarlah sahabatmu ini meneruskan deretan mimpi-mimpi sederhanamu dan kau bisa beristirahat dengan tenang di sana. Namun ada satu keyakinan yang menggelanyut di dada. Cepat atau lambat aku harap bisa berkenalan denganmu hai gadis penggemar jus jambu. Semoga secarik ini dapat menjadi pengantar untuk perkenalan dan persahabatan kita di dimensi yang berbeda di masa depan kelak. Amin.
In memoriam:
Mirzania bin Lutfi Basyaep
18 September 1996 -18 Oktober 2012
BEJ
14:55
insporational :)
BalasHapusbner kata kmu dek, ada strategi dari Yang Kuasa dibalik smuannya, smoga tulisan"mu bisa nginspirasi tmn", dlm hal ini trutama Amel, jgn dibawa sedih, do something best for her,
.muchlis.