Wah..wah..Toples
Mimpi terlihat sangat lenggang sebulan terakhir ini. Maklumlah, untuk hari-hari
selepas ujian-ujian akhir akademik sekolah menengah atas ini hidup saya kluntang-kluntung
tidak jelas. There is no passion to dream and to do anything. Miris
sekali memang. Sedikit berbagi, kegiatan formal saya tiap harinya hanya
menghabiskan waktu paling banyak sekitar 2 jam di pagi hari dan 2 jam di malam
hari. Total sehari 4 jam, selebihnya? Saya serahkan pada waktu itu sendiri.
Secara teori
dan logika sederhana, orang yang tidak banyak kegiatan maka akan lebih
produktif dalam berpikir, berimajinasi, dan, berkarya. Namun, sepertinya teori
awam itu tidak berlaku untuk diri saya. Semakin banyak menganggur, semakin beku
jalan pikiran saya. Draft kewajiban terbengkalai, deadline mepet,
beberapa persyaratan tidak memenuhi kualifikasi, dan lain sebagainya. Saya rasa
semua kemelut ini memang sudah waktunya terjadi secara bersamaan jadi, saya
nikmati saja ritme ngelantur ini. Hahaha.
***
Malam itu
selepas saya menikmati sebungkus nasi goreng, seorang kawan menanyakan rencana
libur tanggal merah peringatan kenaikan Isa Al-Masih. Awalnya, dia mengajak
untuk hiking Panderman. Saya yang have no passion jelas langsung menolak. Jadilah, ia melejit dan
akhirnya terlontar sebuah tantangan bertajuk ‘Explore Yok!’.
Tantangan
yang ditujukan untuk tiga orang di antara kami ini, mengharuskan kami untuk
berwisata dan mendokumentasikannya berupa foto dan catatan perjalanan. Wisata
apapun, bebas. Bagi siapa yang tidak
berwisata maka wajib mentraktir pihak yang berwisata segelas Mc Flurry
Caramel dan makan di kantin. Okelah, saya terima! Mengingat beberapa hari
kemarin saya terus dihantui sebuah destinasi bernama ‘Kakek Bodo’. Hahaha
***
Lepas landas
pukul 06.30 dari kota Malang. Saya bertemankan tiga kawan bergegas menuju
kabupaten Pasuruan berniat untuk mengunjungi sang Kakek. Perjalanan memakan
waktu 1 jam 15 menit, tepat pukul 07.45 kami berhasil sampai di jalanan meliuk
Tretes-Pasuruan menuju Wisata Air Terjun Kakek Bodo. Cukup merogoh kocek
sebesar 10.000 rupiah untuk tiket masuk dan 4.000 rupiah untuk parkir motor,
kami pun melanjutkan langkah. Disodori pemandangan kolam renang dengan pancuran
jernih setelah lolos dari penjaga pintu masuk, kami makin bersemangat mencari
sumber pancuran tersebut.
Rasanya harga
yang kami bayar untuk masuk ke tempat wisata ini setimpal dengan fasilitas yang
ada. Selain kolam renang, ada juga taman bermain, mushola yang memadai, dan yang
paling penting adalah jalan yang kami lewati sudah merupakan jalanan dan tangga
yang nyaman. Di pinggiran taman kami juga menemui penjual-penjual makanan yang
menjajakan snack dan makanan hangat.
Sebuah bilik
rumah tertutup kecil menyedot perhatian saya untuk mampir sebentar, ternyata
rumah kecil itu merupakan pesarean sang Kakek. Dari sanalah, saya
mendapatkan keterangan yang jelas mengapa tempat ini dinamakan ‘Kakek Bodo’.
Menurut
cerita penduduk setempat, KAKEK BODO dahulunya adalah seorang pembantu rumah
tangga keluarga Belanda. Dia orang yang saleh dan jujur. Dia meninggalkan
keluarga Belanda tersebut untuk mensucikan diri meninggalkan masalah
keduniawian dengan bertapa. Karena sikapnya ini, keluarga Belanda yang
ditinggalkannya menyebutnya sebagai Kakek yang bodoh (Kakek Bodo). Berkat
bertapanya, sang kakek memiliki kelebihan/kesaktian yang digunakan untuk
membantu masyarakat setempat yang meminta pertolongan. Kakek Bodo meninggal di
tempat bertapanya. Makamnya sampai sekarang dikeramatkan oleh penduduk
setempat.
Salah satu
nostalgia saya di tempat ini adalah
jembatan awetnya. Dulu sekali saat saya masih dalam gendongan ibu, saya
ternyata sudah pernah mencapai lokasi ini. Berpose polos di atas jembatan ini.
Ternyata jembatan itu masih terlihat sama kokohnya seperti 15 tahun yang lalu,
meski saya tak tahu sudah berapa kali pembenahan dilakukan.
Nirwana: nir-wa-na n 1 Hin keadaan dan ketenteraman sempurna bagi setiap
wujud eksistensi karena berakhirnya kelahiran kembali ke dunia; 2 tempat
kebebasan (kesempurnaan); surga.
Kalimat yang pernah saya baca dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) itu rupanya mampu mewakili perasaan saya, kala melihat air terjun berpelangi tersebut setelah berjalan dan naik turun tangga sepanjang ± 600 m. Subhanallah! Bagaimanapun cara mengekspresikannya, yang jelas jika anda pernah sangat menginginkan sesuatu dan mendapatkannya pasti ada rasa bahagia dan kelegaan yang sangat besar. Itulah yang saya rasakan kala itu.
Kalimat yang pernah saya baca dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) itu rupanya mampu mewakili perasaan saya, kala melihat air terjun berpelangi tersebut setelah berjalan dan naik turun tangga sepanjang ± 600 m. Subhanallah! Bagaimanapun cara mengekspresikannya, yang jelas jika anda pernah sangat menginginkan sesuatu dan mendapatkannya pasti ada rasa bahagia dan kelegaan yang sangat besar. Itulah yang saya rasakan kala itu.
Kami turun
untuk merasakan segarnya air terjun dan berpose ria. Seperti yang sudah saya
ceritakan tadi, hari itu kami memang cukup beruntung bisa bertemu dengan
pelangi yang melengkung rendah di muara gerojokan air terjun Kakek Bodo. Langit cerah yang
seakan ikut bergabung dalam euphoria kami sangat mempengaruhi hasil jepretan
wajah-wajah bahagia kami. Terletak di kaki gunung Welirang jika mendongak ke
atas, saya bisa melihat terbing-tebing yang dipenuhi dengan berbagai macam
vegetasi tumbuhan. Teduh.
Matahari
semakin naik, semakin naik pula jumlah angka pengunjung yang juga ingin
menikmati keindahan tempat wisata ini. Beberapa saat sebelum kami beranjak
pergi, datanglah sebuah keluarga bahagia dengan komposisi ayah-ibu dan satu
anak laki-laki. Saya taksir usianya mungkin sekitar lima tahunan. “Ibu...Ibu...lihat!
Ada pelangi! Pelanginya bisa diinjak-injak. Yee…”. Sontak saya beserta teman
saya tertawa mendengarnya. Ternyata keindahan warna pelangi tidak hanya
dinikmati oleh kami yang lelah menghadapi berbagai macam tuntutan mimpi dan
ambisi. Anak kecil yang masih polos pun
ikut menikmatinya.
***
Puas menikmati pesona sang Kakek, pukul
10.30 kami keluar dari lokasi wisata tersebut. Kira-kira 300 m setelah memacu
kendaraan bermotor kami turun sedikit ke sebelah kiri hotel Inna kami
melenggang di jalan sepanjang 500 m yang cukup menukik derajat kemiringannnya
menunjukkan angka 60.
Pukul 10.45 kami berhasil menemukan satu
lagi harta karun alam yang terselubung yakni Air Terjun Puthuk Truno. Berada di
bawah kaki gunung Arjuna membuat kawasan ini teduh sekali. Setelah membeli
tiket masuk 8000 rupiah perorangnya plus parkir 2000 rupiah dan penitipan helm
1000 rupiah, kami melanjutkan berjalan turun sepanjang 200 m. Hari itu hari
libur maka, tak heran jika tua-muda, pria-wanita, anak-anak-dewasa bertandang
kemari untuk sekadar berendam di air gerojokan besar itu. Puthuk Truno
memiliki tebing-tebing indah yang mengucurkan air tanah bak tebing berhujan. Hanya
mampir berpose sebentar kemudian kami bergegas keluar dari lokasi wisata ini
unuk segera menunaikan kewajiban tengah hari kami.
***
Saat tudung pelangi
melengkung rendah
Saat angin membelai lembut
permukaan pipi
Jangan takut saat itulah
waktunya
Waktumu untuk tengadah pada
sang pemilik
Dulu kita menikmati
kedamaian ranu kumbolo
Di tepiannnya yang sedikit
beriak
Berasa dekat sekali dengan
hakikat diri kita
Hakikat alam dan manusia
Ada saatnya titik jenuh
memuncak
Saat ambisi dan mimpi tak
henti berontak
Ingatlah, setiap manusia
berkesempatan yang sama
Tapi tak
semuanya memiliki peluang sama
Karena tak
setiap dari kita mau menanggung risiko yang sama
B.E.J, 14-05-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar