" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Rabu, 29 Mei 2013

Nirwana


Wah..wah..Toples Mimpi terlihat sangat lenggang sebulan terakhir ini. Maklumlah, untuk hari-hari selepas ujian-ujian akhir akademik sekolah menengah atas ini hidup saya kluntang-kluntung tidak jelas. There is no passion to dream and to do anything. Miris sekali memang. Sedikit berbagi, kegiatan formal saya tiap harinya hanya menghabiskan waktu paling banyak sekitar 2 jam di pagi hari dan 2 jam di malam hari. Total sehari 4 jam, selebihnya? Saya serahkan pada waktu itu sendiri.
Secara teori dan logika sederhana, orang yang tidak banyak kegiatan maka akan lebih produktif dalam berpikir, berimajinasi, dan, berkarya. Namun, sepertinya teori awam itu tidak berlaku untuk diri saya. Semakin banyak menganggur, semakin beku jalan pikiran saya. Draft kewajiban terbengkalai, deadline mepet, beberapa persyaratan tidak memenuhi kualifikasi, dan lain sebagainya. Saya rasa semua kemelut ini memang sudah waktunya terjadi secara bersamaan jadi, saya nikmati saja ritme ngelantur ini. Hahaha.
***
Malam itu selepas saya menikmati sebungkus nasi goreng, seorang kawan menanyakan rencana libur tanggal merah peringatan kenaikan Isa Al-Masih. Awalnya, dia mengajak untuk hiking Panderman. Saya yang have no passion  jelas langsung menolak. Jadilah, ia melejit dan akhirnya terlontar sebuah tantangan bertajuk ‘Explore Yok!’.
Tantangan yang ditujukan untuk tiga orang di antara kami ini, mengharuskan kami untuk berwisata dan mendokumentasikannya berupa foto dan catatan perjalanan. Wisata apapun, bebas.  Bagi siapa yang tidak berwisata maka wajib mentraktir pihak yang berwisata segelas Mc Flurry Caramel dan makan di kantin. Okelah, saya terima! Mengingat beberapa hari kemarin saya terus dihantui sebuah destinasi bernama ‘Kakek Bodo’. Hahaha
***
 Lepas landas pukul 06.30 dari kota Malang. Saya bertemankan tiga kawan bergegas menuju kabupaten Pasuruan berniat untuk mengunjungi sang Kakek. Perjalanan memakan waktu 1 jam 15 menit, tepat pukul 07.45 kami berhasil sampai di jalanan meliuk Tretes-Pasuruan menuju Wisata Air Terjun Kakek Bodo. Cukup merogoh kocek sebesar 10.000 rupiah untuk tiket masuk dan 4.000 rupiah untuk parkir motor, kami pun melanjutkan langkah. Disodori pemandangan kolam renang dengan pancuran jernih setelah lolos dari penjaga pintu masuk, kami makin bersemangat mencari sumber pancuran tersebut. 
 
Rasanya harga yang kami bayar untuk masuk ke tempat wisata ini setimpal dengan fasilitas yang ada. Selain kolam renang, ada juga taman bermain, mushola yang memadai, dan yang paling penting adalah jalan yang kami lewati sudah merupakan jalanan dan tangga yang nyaman. Di pinggiran taman kami juga menemui penjual-penjual makanan yang menjajakan snack dan makanan hangat.
Sebuah bilik rumah tertutup kecil menyedot perhatian saya untuk mampir sebentar, ternyata rumah kecil itu merupakan pesarean sang Kakek. Dari sanalah, saya mendapatkan keterangan yang jelas mengapa tempat ini dinamakan ‘Kakek Bodo’.
Menurut cerita penduduk setempat, KAKEK BODO dahulunya adalah seorang pembantu rumah tangga keluarga Belanda. Dia orang yang saleh dan jujur. Dia meninggalkan keluarga Belanda tersebut untuk mensucikan diri meninggalkan masalah keduniawian dengan bertapa. Karena sikapnya ini, keluarga Belanda yang ditinggalkannya menyebutnya sebagai Kakek yang bodoh (Kakek Bodo). Berkat bertapanya, sang kakek memiliki kelebihan/kesaktian yang digunakan untuk membantu masyarakat setempat yang meminta pertolongan. Kakek Bodo meninggal di tempat bertapanya. Makamnya sampai sekarang dikeramatkan oleh penduduk setempat.
Salah satu nostalgia saya di tempat  ini adalah jembatan awetnya. Dulu sekali saat saya masih dalam gendongan ibu, saya ternyata sudah pernah mencapai lokasi ini. Berpose polos di atas jembatan ini. Ternyata jembatan itu masih terlihat sama kokohnya seperti 15 tahun yang lalu, meski saya tak tahu sudah berapa kali pembenahan dilakukan.
Nirwana: nir-wa-na n 1 Hin keadaan dan ketenteraman sempurna bagi setiap wujud eksistensi karena berakhirnya kelahiran kembali ke dunia; 2 tempat kebebasan (kesempurnaan); surga.

Kalimat yang pernah saya baca dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) itu rupanya mampu mewakili perasaan saya, kala melihat air terjun berpelangi tersebut setelah berjalan dan naik turun tangga sepanjang ± 600 m. Subhanallah! Bagaimanapun cara mengekspresikannya, yang jelas jika anda pernah sangat menginginkan sesuatu dan mendapatkannya pasti ada rasa bahagia dan kelegaan yang sangat besar. Itulah yang saya rasakan kala itu.
Kami turun untuk merasakan segarnya air terjun dan berpose ria. Seperti yang sudah saya ceritakan tadi, hari itu kami memang cukup beruntung bisa bertemu dengan pelangi yang melengkung rendah di muara gerojokan  air terjun Kakek Bodo. Langit cerah yang seakan ikut bergabung dalam  euphoria  kami sangat mempengaruhi hasil jepretan wajah-wajah bahagia kami. Terletak di kaki gunung Welirang jika mendongak ke atas, saya bisa melihat terbing-tebing yang dipenuhi dengan berbagai macam vegetasi tumbuhan. Teduh.
Matahari semakin naik, semakin naik pula jumlah angka pengunjung yang juga ingin menikmati keindahan tempat wisata ini. Beberapa saat sebelum kami beranjak pergi, datanglah sebuah keluarga bahagia dengan komposisi ayah-ibu dan satu anak laki-laki. Saya taksir usianya mungkin sekitar lima tahunan. “Ibu...Ibu...lihat! Ada pelangi! Pelanginya bisa diinjak-injak. Yee…”. Sontak saya beserta teman saya tertawa mendengarnya. Ternyata keindahan warna pelangi tidak hanya dinikmati oleh kami yang lelah menghadapi berbagai macam tuntutan mimpi dan ambisi. Anak kecil  yang masih polos pun ikut menikmatinya.
***
Puas menikmati pesona sang Kakek, pukul 10.30 kami keluar dari lokasi wisata tersebut. Kira-kira 300 m setelah memacu kendaraan bermotor kami turun sedikit ke sebelah kiri hotel Inna kami melenggang di jalan sepanjang 500 m yang cukup menukik derajat kemiringannnya menunjukkan angka 60.
Pukul 10.45 kami berhasil menemukan satu lagi harta karun alam yang terselubung yakni Air Terjun Puthuk Truno. Berada di bawah kaki gunung Arjuna membuat kawasan ini teduh sekali. Setelah membeli tiket masuk 8000 rupiah perorangnya plus parkir 2000 rupiah dan penitipan helm 1000 rupiah, kami melanjutkan berjalan turun sepanjang 200 m. Hari itu hari libur maka, tak heran jika tua-muda, pria-wanita, anak-anak-dewasa bertandang kemari untuk sekadar berendam di air gerojokan besar itu. Puthuk Truno memiliki tebing-tebing indah yang mengucurkan air tanah bak tebing berhujan. Hanya mampir berpose sebentar kemudian kami bergegas keluar dari lokasi wisata ini unuk segera menunaikan kewajiban tengah hari kami.
***
Saat tudung pelangi melengkung rendah
Saat angin membelai lembut permukaan pipi
Jangan takut saat itulah waktunya
Waktumu untuk tengadah pada sang pemilik

Dulu kita menikmati kedamaian ranu kumbolo
Di tepiannnya yang sedikit beriak
Berasa dekat sekali dengan hakikat diri kita
Hakikat alam dan manusia

Ada saatnya titik jenuh memuncak
Saat ambisi dan mimpi tak henti berontak
Ingatlah, setiap manusia berkesempatan yang sama
Tapi tak semuanya memiliki peluang sama
Karena tak setiap dari kita mau menanggung risiko yang sama
B.E.J, 14-05-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar