So scared of breaking it that you won’t let it bend! And I wrote two hundred letters, I will never send…Sometimes these cuts are so much…Deeper then they seem…You’d rather cover up…I’d rather let them bleed…So let me be…I’ll set you free!
Oke! Mari pagi ini kita
berdendang bersama ditemani Maroon 5
yang sudah dari tadi menyanyikan lagu lawasnya Misery. Jam unyu saya masih menunjukkan pukul 05.00 pagi hari,
masih terlalu pagi jika ingin bernyanyi, berteriak, dan berjingkrak-jingkrak.
Jadi, saya putuskan untuk diam dan menikmatinya dalam headphone sambil sedikit menggelengkan kepala ke kanan-kiri saya masih
terus memantau perkembangan lalu lintas JL.Bandung menuju Tumpang pagi ini,
belum ramai memang hanya ada beberapa angkot biru yang sudah beroperasi.
Mau kemana kami?Yap,
seperti yang sudah saya bocorkan sedikit pada judul di atas.Anda semua pasti
sudah bisa menebak. Baiklah, saya perjelas: kami berdua (saya dan satu teman
perempuan tangguh) akan pergi menghabiskan weekend(18-19 Mei 2013)di Ranu Kumbolo. Sebuah
danau indah yang mungkin sudah tak asing di telinga para pendaki.Danau yang
luasnya 14-15 Ha ini berada di ketinggian 2400 Mdpl tepatnya di kaki gunung
Semeru.Perlu sedikit trekking memang, tapi keindahannya mampu membuat kami
berdua ngeyelharus segera berangkat
dan mencumbui muara rindu kami. Dengan sedikit nekat,ups maksud saya dengan sangat nekat kami berangkat berdua via truk
sayur dari Tumpang.
I
am in misery…There ain’t nobody who can’t comfort me…Oh yeah! Why won’t you
answer me?...Your silence is slowly killing me…Oh yeah!
Pause!
Mari hentikan dulu lagu yang mendenyutkan gendang telinga saya ini. Setelah memakan
waktu sekitar satu jam untuk bisa mencapai rumah sang pemilik alat transportasi.
Pukul 06.10 kami sempurna sampai di rumah Pak Laman, bapak ini sudah menekuni
profesi bidang supir-menyupir Bromo dan sekelilingnya serta Ranu Pane.Dengan
tarif sewa Rp.900.000 untuk bisa mencapai gunung Bromo, gunung Wetangan, gunung
Kursi, gunung Widodaren, SegaraWedi, bukit Teletubbies, dan sekitarnya. Dan
tarif sewa Rp.450.000 untuk bisa mencapai desa Ranu Pane.Atau sekitar Rp.30.000
untuk setiap orangnya jika Jeep atau Hardtop yang berkapasitas 8-13 orang itu
terisi penuh.
Info di atas hanya
untuk sekadar wacana bagi siapa saja yang ingin berwisata ke sana. Then, mari kita lanjutkan catatan
perjalanan saya kali ini. Kami berdua harus menunggu sekitar 3 jam untuk bisa
naik ke bak truk sayur milik pak Laman. Tahu gara-gara apa? Karena rombongan
yang lain masih ngetem di puskemas
Tumpang untuk mengurus surat keterangan sehat yang merupakan salah satu
persyaratan agar bisa lolos dari pos perizinan di Ranu Pane. Sedikit dongkol
juga, karena jika tahu begini jadinya maka kami tidak perlu terburu-buru
berangkat ba’daSubuh tadi.
Pukul 10.00 tepat, truk
sayur itu padat oleh sekumpulan para penikmat alam.Dengan komposisi 14
laki-laki dan 2 perempuan, kami sendiri. Satu sopir di depan dan seorang ibu
serta bayinya, kami sepakat berangkat menuju desa kecil yang sangat damai, Ranu
Pane.
Siang ini langit
mendung, memang pagi tadi gerimis sedikit mengguyur Malang dan sekitarnya. Tapi
tak apalah, ini malah akan menambah hikmat sabda alam kami. Kabut tipis turun
perlahan menutupi kawasan pegunungan Tengger membuat imajinasi saya
mengembara.Rasanya seperti melihat kue bolu hijau besar yang baru keluar dari
oven.Punggung belakang rangkaian pegunungan yang berada di sekitar Bromo ini
membuat saya benar-benar takjub. Maha Bisa Arsitek yang membuat desain
keindahan alam ini!
Saya ingat benar,
sekitar sebulan yang lalu saya melewati pertigaan jalan ini, pertigaan Jemplang
yang mengarah ke Ngadas, Bromo, dan Ranu Pane.Hehe iya, sebulan yang lalu untuk
sekadar melepas penat setelah ujian nasional saya bersama tiga kawan saya
menyempatkan diri untuk sambang ke Penanjakkan menunggu sang mentari menyembul,
mampir melihat kawah Bromo yang fenomenal, berpose di tengah eksotiknya Segara
Wedi, dan melihat bukit-bukit kecil tanpa pohon yang sering disebut sebagai
bukit Teletubbies, bukitnya Tinky Winky, Dipsy, Lala, dan Poo. Hahaha.
Perjalanan terus
berlanjut, sesekali kami harus menundukkan kepala agar tidak tersangkut
juntaian ranting, pohon, dan dedaunan. Sensasi tersendiri saat para pendaki
berteriak keras, “Awas kepala!” kemudian pendaki lain yang di belakangnya
merunduk secara teratur.
Saya lirik sedikit
arloji di tangan saat mata saya menangkap plangkat bertuliskan “Selamat datang
di desa Ranu Pane”, pukul 12.30 ternyata. Setelah truk besar ini berhasil
merapatkan diri di parkiran tanah lapang depan Ranu Pane, dan para pendaki
lainnya bersiap untuk turun, kami pun bersiap juga. Setelah membayar sejumlah
biaya angkut untuk dua orang, kami menggendong carrier yang hampir segede tv
atau mungkin kulkas kecil. Hahaha.
Mengingat waktu yang
kami punya tidak banyak, kami langsung menuju pos perizinan untuk mengurus
administrasi dan lain-lain.Nah, di sinilah masalah awal yang kami temui. Di tengah
hujan yang ternyata segera menyerbu desa kecil ini, kami kelupaan membawa
materai 6000 yang ternyata juga merupakan salah satu persyaratan izin selain
fotokopi identitas dan surat keterangan sehat.
Saya sendiri masih
menyelesaikan administrasi di kantor perizinan, dan teman saya ke sana kemari
untuk mendapatkan materai suci tersebut di warung-warung sekitar. Ya, dia
melakukan petualangan mencari materai suci bukan kitab suci seperti Sung Go
Kong.Hahaha.
Baik..baik..ampuni
sedikit kekhilafan saya. Syukurlah sepuluh menit kemudian, teman saya kembali
dan mendapatkan materai tersebut untuk melengkapi perizinan kami. Sembari
menunggu hujan reda, kami menunaikan kewajiban siang kami sekaligus menjamak
kewajiban sore kami, mengingat trekking yang akan kami lakukan bisa jadi
memakan waktu 4-6 jam yang artinya kami pasti baru bisa melakukan solat saat
senja tiba.
Hujan sedikit mereda,
tinggal sedikit gerimis yang menyisakan kedamaian di atas danau Pane yang
tenang.Pukul 13.02 kami mulai bergegas menjejakkan kaki.“Selamat Datang Para
Pendaki di Gunung Semeru” tepat di bawah plangkat tersebut kami berdua berdoa
sebelum mulai memasuki rimba alam.
Kami mulai menaiki
tanjakan setelah membaca anak panah yang bertuliskan “Jalur Semeru”. Bau
seledri yang membaur dengan gerimis dan beradu dengan bawang prey dan irisan
ayam membuat saya merindukan sop buatan orang rumah. Bukan ding, maksud saya bau seledri ini yang selalu membuat saya kangen
dengan sawah-sawah di ketinggian 2200 meter di atas laut ini, bau selalu lekat di indera penciuman
saya.
Nah, tibalah kami ke
tanjakan awal yang sangat membunuh (khusus bagi saya). Tanjakan awal ini saya
beri nama tanjakan “selamat datang kempor”
karena bagi saya setelah berhasil melewati tanjakan ini rasa pegal alias kempor pasti bakal terasa (peringatan:
hal ini berlaku khusus bagi saya. Bagi yang belum pernah merasakannya jangan
sekali-kali terpengaruh dengan tulisan sesat ini! :P). Belum sampai setengah
jalan kami menghabisi tanjakan ini, saya sudah ngos-ngosan tidak karuan.Stamina
yang mulai terkuras membuat teman saya berbaik hati untuk menukar carriernya
yang lebih ringan dari milik saya yang berisi logistik.Setelah menyesuaikan
kenyamanan carrier dengan bentuk punggung kami lanjutkan perjalanan duo Maia-Mulan
ini, mengingat waktu makin merambat sore.
Ternyata jarak
tanjakkan ke pos satu masih sangatlah jauh. Seingat saya dulu setelah belokan
tanjakan kempor ini pos satu berada
di sana. Seingat saya...! Maka maklumilah, jika ternyata setelah tanjakan ini
kami harus trekking sejauh 4 km dulu baru bisa menemukan pos itu. Karena memang
ingatan saya cukup buruk.Hahaha.
Langit tetap mendung
dan masih menumpahkan bercak-bercak airnya, meski tidak deras.Kabut mulai turun
perlahan-lahan dan kami mulai memasuki hutan jalur pendakian Semeru.Sedikit
mistis memang jika diingat-ingat, apalagi kami hanya berjalan berdua.
Jika sesuatu terjadi, pilihannya hanya dua: depan duluan yang kena atau belakang
duluan yang kena.
Dengan sedikit khawatir
dan banyak membaca doa dalam hati kami lanjutkan berjalan menembus dingin.
Kurang lebih 500 m jarak kami dengan pos satu, kami berdua berhasil melewati
dua pendaki lelaki. Mas-mas itu dengan legawa memberi kami jalan, namun hanya
sampai di situ kami berdua sudah ngos-ngosan untuk lanjut mendahului
menggunakan lajur kiri mas-mas yang masih banyak berjejer di depan kami. Inilah
salah satu kenikmatan mendaki gunung, latihan bersabar dan manajemen emosi
sangat teruji di sini.Salah satunya saat seperti ini, mengantre melewati jalan
setapak di tengah gemuruh dada ingin segera sampai tujuan dan merebahkan tubuh
yang sudah lelah.
Sembari jalan
pelan-pelan kami berdua mengobrol dengan dua mas-mas yang masih sabar
menanggapi kami padahal dengan tidak tahu diri kami baru saja mendahului
mereka.Ternyata, dua mas-mas tersebut merupakan anggota dari sebelas rombongan
yang sedang jalan di depan kami. Mereka berasal dari mana-mana. It means, bukan pendaki asal Malang. Ada
yang berasal dari Bontang, Balikpapan, Pontianak, Jakarta, dan ada pula yang
sedang bermukim di Malang.
Alhasil, di pos satu
saat kami rehat sementara terjadilah obrolan ke sana kemari yang bisa diambil
kesimpulan bahwa kami mendompleng mas-mas
ini (mereka menjuluki kelompok mereka dengan PMS “Pendaki Makan So Nice”) dalam
perjalanan kali ini. Mas-mas yang mayoritas sudah memiliki profesi masing-masing
ini mengaku baru pertama kali mendaki gunung, dan pendakian pertamanya adalah
Mahameru ini tanah tertinggi pulau Jawa. Ada beberapa orang yang memang sudah
hobi dan sudah pernah melakukan pendakian ke Semeru ini, namun mereka yang
minoritas ini mengaku hanya menjadi guide
dan juru kunci saja, semacam mbah Marijan.Hahaha, ampun.
Jadilah, perjalanan
kami selanjutnya menjadi perjalanan duet beramai-ramai.Semacam konser
kolaborasi antara duo Maia-Mulan featuring
SM*SH. Sepanjang perjalanan mas-mas yang tak kalah keren dengan boyband pertama Indonesia itu bernyanyi
untuk mengusir rasa lelah, sesekali mereka tidak sungkan mengajak kami ngobrol.What the nice person they are! (Yang
baca ini, dilarang kegeeran! XD)
Beberapa kali kami
berhenti untuk mengatur napas sejenak.Beberapa kali kami juga menyempatkan diri
berpose di spot-spot tertentu.Di pos
tiga yang masih saja ambruk seperti tahun lalu, kami istirahat cukup lama
sambil menikmati cokelat-cokelat sangu kami dari indomaret.Di sini kami berusaha mengisi tenaga dan mengumpulkan
oksigen yang cukup dalam dada agar setelah ini kuat menaiki tanjakan dengan
sudut kemiringan ± 70º sepanjang 10 meter.
Butuh sedikit kekuatan
super hingga kami bisa melewati tantangan 10 meter itu.Kami lanjutkan
perjalanan setelah itu dengan banyak rasa penasaran. Karena sebelumnya saya dan
teman tangguh saya sudah memperingatkan kepada mas-mas yang baru perdana ini,
bahwa akan akan sesuatu yang waw maka siapkanlah ekspresi terkaget anda!
Hahaha, dua mas-mas sang juru kunci pendakian kali ini hanya tertawa melihat
tingkah kami yang berusaha membodohi kawan-kawannya.
Beberapa kali saya
memperingatkan mas-mas ini untuk segera mempersiapkan ekspresinya yang paling
gokil jika nanti melihat kubangan air besar itu karena jika tidak, mereka
sepakat untuk kembali trekking dari pos tiga.Hahaha.Sedikit intermezzo untuk benak yang selalu
betanya-tanya, akankah rinduinisampai pada muaranya?
Pukul 16.30 akhirnya
kami bisa melepaskan ekspresi sok terkaget-kaget kami. Ekspresi tulus akan
sebuah kelegaan melihat keindahan yang membutuhkan perjuangan. Speed kami bertambah naik setelah
mata-mata ini berhasil menelanjangi Ranu Kumbolo yang begitu menawan. Tepat
setengah jam kemudian, saat Bagaskara hendak beranjak ke peraduannya. Kami
berhasil merebahkan punggung ke tanah kaki Semeru ini. Maha Suci Dia atas
segala nikmat ini! Butuh waktu beberapa menit, hingga kami bisa bangkit kembali
untuk mendirikan tenda, bersih diri, dan memasak logistik.
Mungkin di bawah sana
sayup-sayup adzan Maghrib sedang berkumandang. Kami pun melakukan hormat waktu
sejenak sebelum kemudian melanjutkan melakukan aktifitas.Kebetulan kami
mendirikan tenda tidak jauh dari lokasi tenda para PMS.Sedikit-banyak oom-oom boyband itu membantu kami dalam
mepersiapkan segalanya hingga tenda kami bisa berdiri tegak.Saya dan teman saya
kemudian bergantian menjaga tenda dan berbersih diri.Inilah pengalaman yang
paling saya ingat dari perjalanan kali ini.Saat saya mencuci kaki dan bersih
diri di pinggiran Ranu ini saya merasa sedang dalam pengamatan seseorang atau
bahkan sesuatu.Bulu kuduk saya sempat meremang saat itu, mengingat sempurna
sudah senjamembungkushari ini.Beberapa kali saya menengok kanan kiri,
memastikan benarkah firasat saya ini. Mencoba menembus bayang-bayang gelap tanpa
headlamp di antara tenda-tenda, hingga
saya bisa memfokuskan penglihatan saya pada beberapa sosok yang mengejutkan!
*To be continued*
26052013, 14:10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar