" Wadah Perca-perca Mimpi Sebelum Terburai Melangit " (B.E.J.)

Minggu, 26 Oktober 2014

Fly, Dear.... Fly High!

Adakah tempat yang lebih romantis dari taman bunga? 
      Ada, yakni: toko buku

Setelah kurang lebih tiga bulan tidak berkunjung ke 'tempat main', akhirnya dua hari lalu saya berkesempatan mengunjungi kawan diskusi di sana. Jajaran toko buku di Blok M Square selalu bisa membuat hati saya merdeka dan pikiran saya mengembara jauh. 

Berdiskusi dengan abang penjual buku langganan adalah salah satu kegiatan yang selalu menyenangkan dan membekaskan jejak sepeninggal obrolan kami usai. Kami membicarakan banyak hal tentang buku dan penulis. Tentang industri penerbitan dan pelelangan buku. Selalu ada hal baru yang ia ceritakan jika saya mengunjunginya, sekadar menanyakan rekomendasi buku baru atau singgah sejenak untuk membaca bukunya.

Bang BS begitu saya memanggilnya, lusa kemarin ia bercerita banyak tentang cetakan deluxe novel-novel lama milik Armijn Pane, Hamka, Abdoel Moeis, Marah Roesli, dan penulis-penulis kawakan yang tinta emasnya masih mengilap mewarnai dunia perbukuan Indonesia.  

Sebenarnya, lama tak bersua membuat saya banyak berperan menjadi pendengar kali itu. Sebab banyak informasi yang baru saya dapat kali ini. Lelaki yang selalu membanggakan kedua putrinya yang berdarah Aceh kental itu, mengisahkan singkat perjalanan panjang penulis-penulis luar biasa yang saya sebutkan tadi. Buku-buku mereka sekarang dicetak sedemikian rupawan sampul, kertas cetakan, dan lay out nya sebab peminatnya selalu saja bertambah makin hari.

Adik, mereka itu menulis pakai hati. Jadi orang membacanya juga pakai hati. Itulah mengapa, buku mereka selalu di hati.”


Ini bukan kisah tentang bang BS lulusan S2 Pertanian yang rela menggadaikan titlenya hanya untuk membuka lapak buku di ground floor Blok M Square. Ini tentang kebahagiaan yang ia bagikan di pertemuan kedua kami dulu. Bahwa, tak penting seberapa tinggi pendidikanmu, seberapa penting jabatanmu di mata orang lain, seberapa banyak hartamu menumpuk. Yang terpenting adalah: jangan menggadaikan kebahagiaan hanya karena picing mata orang lain!

Kalimatnya selalu menggaung di telinga saya. Ia selalu bahagia ketika menceritakan buku baru yang tamat ia baca. Mengkritiki gaya penulisan atau plotnya. Membagi pengetahuan tentang teori-teori yang ia ingat, dan mengingat-ingat kitab mana yang memuat kalimat mutiara yang bijak sekali.

Akhir pertemuan kami, saya selesaikan dengan obrolan seputar Antropologi. Saya berkisah bahwa semester ini mata kuliah tersebut menjadi pusaran fokus saya, lantaran sangat menarik mengetahui latar belakang manusia yang berbeda-beda namun bisa membaur dalam satu kehidupan.

Karena manusia itu sebenarnya punya sayap, Dik. Tapi banyak yang tak mengepakkannya. Itulah mengapa ada manusia yang bisa menoleransi satu sama lain, karena dia tahu untuk terbang tinggi itu sulit sekali. Bahkan untuk yang terbang rendah atau baru belajar terbang. Manusia yang tidak sadar bahwa ia punya sayap, ia kan diam saja dan menganggap semuanya serba diam di tempat.

Seingat saya kurang lebih itulah komentarnya, ketika saya berbicara tentang konsep World View dengannya. Hingga saat ini saya masih berusaha memahami apa yang si abang katakan.

Tapi, sebaik-baik manusia adalah seperti Nabi Muhammad. Yang bermanfaat bagi orang lain. Adik pasti lebih paham itu daripada saya.

Saya sudahi, obrolan kami setelah melihat gerak jarum arloji tak lagi melata. Ia mulai berlari dan memerangkap pekat. Sudah malam, toko buku milik bang BS sudah harus diberesi.

Perkara sayap itu, saya jadi menimbang-nimbang banyak hal. Apakah selama ini saya menahan terbang sayap lain? Atau bahkan mematahkan sayapnya?  Satu pelajaran lagi, saya renungkan hingga saat ini. 

Ah, bang BS. Saya tidak pernah tahu sebelumnya bahwa hari itu pelajaran datang diperantarai olehmu. Ya, begitulah. Kita tidak pernah menyangka pelajaran  akan datang kapan dan dari siapa. Sebab seorang pembelajar yang baik akan belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Madrasah terbaiknya adalah kehidupan. Bukan begitu, Sayang?

***
Fly to who you are
Climb upon your star
You believe youl’ll find your wings
Fly to your heart... (Selena Gomez)

Terbang, Sayang... terbanglah yang tinggi! Jangan biarkan kenangan membekukan sayapmu. Jangan biarkan kisah kita membesut langkahmu. Jangan biarkan janji ini menahan lakumu.

Terbang, Sayang... terbanglah mengangkasa! Biarkan aku melihat kepak sayap lebarmu yang memberi ketenangan. Biarkan mereka tahu ada serbuk ajaib yang jatuh di tiap hempasan udara yang kau tampik. Serbuk bahagia bagi semua jiwa.

Terbang, Sayang... terbanglah mengembara! Sebab aku tak mau kau hanya tertahan dengan laku waktu bisu. Dan kau tahu ia juga tuli maka tak kau dengar desis doa kita. Mungkin sebentar lagi, lumpuhlah kedua kakinya hingga kita hanya bisa menyeret langkah waktu yang terseok kesakitan.

Terbang, Sayang... kumohon terbanglah kemana pun kau mau! Tambatlah dimana pun kau lelah. Sebab khawatirku, bukan padaku nantinya pulangmu.


Terbang, Sayang... terbanglah! Bebaskan dirimu.


Mendung sore (seminggu sudah), 
26 Oktober 2014; 15:30




Tidak ada komentar:

Posting Komentar